http://kitabihyaulumuddin.blogspot.com/2012/04/23kitab-susunan-wirid-dan-uraian.html
KITAB SUSUNAN WIRID DAN URAIAN MENGHIDUPKAN MALAM
Yaitu: Kitab Kesepuluh dari
"Ihya'-'ulumi'ddin". Dan dengan ini selesailah Rubu'-IbadAh—Diberi
manfa'at kiranya oleh Allah dengan Kitab ini kepada kaum muslimin!
Kami memuji Allah diatas segala ni'matNya dengan banyak pujian. Kami mengingatiNya (berdzikir kepadaNya) dengan ingatan yang tidak meninggalkan didalam hati kesombongan dan
kerenggangan. Dan kami bersyukur kepadaNya, karena Ia telah menjadikan
malam dan siang bergantian bagi orang yang bermaksud berdzikir atau
bermaksud bersyukur kepadaNya.
Kami mengucapkan selawat
kepada NabiNya yang telah diutuskanNya dengan kebenaran, membawa kabar
gembira dan peringatan. Dan kepada kaum keluarganya yang suci dan para
shahabatnya yang mulia, yang telah bersungguh-sungguh beribadah kepada
Allah, siang dan malam, pagi dan petang. Sehingga jadilah masing-masing
dahpada mereka itu bintang Agama, menunjukkan jalan dan lampu yang
bersinar cemerlang. Adapun kemudian dari itu, maka sesungguhnya Allah
Ta'ala telah menjadikan bumi tunduk kepada hamba-hambaNya. Tidak untuk
mereka menetap pada segala penjurunya, tetapi untuk mengambilkannya
menjadi tempat tinggal. Lalu mengambil perbekalan daripadanya,
perbekalan yang membawa mereka dalam perjalanannya ketanah-air. Dan mereka
menyimpan daripadanya sebagai pemberian untuk dirinya, yang merupakan
amal dan kumia, yang mereka pelihara segala perolehan dan pemberiannya.
Dan mereka meyakini, bahwa umur itu berjalan pada mereka, Iaksana kapal
berjalan dengan penumpangnya. Sesungguhnya manusia didunia ini adalah
berjalan. Tempatnya yang pertama, ialah ayunan dan kesudahannya, ialah
liang lahad. Tanah-airnya, ialah sorga atau neraka. Dan umur itu, ialah
jaraknya perjalanan. Tahunnya, ialah tempat perhentian. Bulannya, ialah
farsach-farsachnya (lebih panyang dari mil). Hari-harinya, ialah
mil-milnya. Nafasnya, ialah langkah-langkahnya. Ta'atnya, ialah
harta-bendanya. Waktunya, ialah modalnya. Hawa-nafsu dan segala
keinginannya, ialah perampok-perampok dalam perjalanannya.
Keuntungannya, ialah memperoleh kemenangan dengan menjumpai Allah Ta'ala
di Daru'ssalam (Negeri Sejahtera) bersama kerajaan besar dan keni'matan
yang berketetapan. Kerugiannya, ialah jauh dari Allah Ta'ala serta
kutukan, rantai dan azab pedih, dalam lapisan bawah neraka jahanam.
KITAB SUSUNAN WIRID DAN URAIAN MENGHIDUPKAN MALAM
Yaitu: Kitab Kesepuluh
dari "Ihya'-'ulumi'ddin". Dan dengan ini selesailah Rubu'-Ibadhh—Diberi
manfa'at kiranya oleh Allah dengan Kitab ini kepada kaum muslimin!
Maka orang lalai dalam tiap-tiap nafas dari nafasnya, sehingga ia berlalu, tanpa ta'at yang mendekatkannya kepada Allah, dibawa pada hari kiamat dengankerugian dan penyesalan yang tak ada habisnya.
Karena bahaya besar dan bencana yang dahsyat ini, maka terus meneruslah
orang-orang yang memperoleh taufik dengan segala kesungguhan,
meninggalkan dengan keseluruhan yang mengenakkan bagi diri. Menggunakan
segala sisa dari umur dan menyusun menurut waktu yang datang
berulang-ulang, segala tugas wirid. Karena ingin menghidupkan malam dan
siang, pada mencari kedekatan dengan Maharaja Yang-Maha-perkasa dan
berjalan kenegeri ketetapan.
Maka jadilah diantara
kepentingan ilmu jalan ke-akhirat, menguraikan penjelasan tentang cara
pembahagian wirid dan membagi-bagikan ibadah yang telah berlalu
uraiannya, menurut ketentuan waktu. Dan jelaslah kepentingan ini dengan
menyebutkan dua bab:
Bab Pertama: tentang keutamaan wirid dan tata tertib pada malam dan siang hari.
Bab Kedua: tentang cara menghidupkan malam dan keutamaannya serta apa yang berhubungan dengan dia.
BAB PERTAMA: tentang keutamaan wirid, tata-tertib dan hukumnya.
Keutamaan wirid dan penjelasan, bahwa rajin mengerjakannya, adalah jalan kepada Allah Ta'ala:
Ketahuilah, bahwa orang-orang
yang memperhatikan dengan nur mata-hati, niscaya mengetahui, bahwa tak
ada kelepasan, selain pada menjumpai Allah Ta'ala.
Dan tak ada jalan untuk menjumpai itu, selain dengan hamba itu mati,
dimana ia mencintai dan mengenai Allah s.w.t. Kecintaan dan kejinakan
hati itu, tidak akan berhasil, selain dari pada selalu mengingati yang
dicintai dan rajin dengan demikian itu. Dan mengenai Allah itu tidak
berhasil, selain dengan selalu menumpahkan pikiran kepadaNya, kepada
Sifat dan AfalNya (perbuatanNya) . Dan tidak adalah pada Wujud (yang ada
ini), selain Allah Ta'ala dan AfalNya. Dan tidak mudahlah selalu
mengingati (berdzikir) dan berfikir, kecuali dengan meninggalkan dunia
dan segala hawa-nafsunya. Dan mencukupkan sekedar yang sampai dan
penting.
Semuanya itu tidak sempurna,
kecuali dengan menghabiskan waktu malam dan siang dalam segala tugas
dzikir dan fikir. Dan nafsu karena sifat dirinya dengan kemalasan dan
kebosanan, lalu tidak sabar diatas suatu bentuk pekerjaan, dari
sebab-sebab yang menolong kepada dzikir dan fikir. Tetapi apabila
dikembalikan nafsu itu kepada suatu bentuk saja niscaya ia melahirkan
kemalasan dan keberatan. Dan sungguh Allah Ta'ala tidak bosan, sehingga
mereka itu bosan.
Maka dari pentingnya bersikap
lemah-Iembut kepada nafsu itu, adalah memberi kepadanya kesenangan,
dengan berpindah dari satu macam kesatu macam dan dari satu bagian
kesatu bagian menurut masing-masing waktu, supaya banyaklah
kesenangannya dengan perpindahan itu. Dan besarlah keinginannya' dengan
kesenangan tadi dan terus meneruslah kerajinannya dengan kekalnya
keinginan itu.
Maka karena itulah wirid itu
dibagikan dalam bahagian yang bermacam-macam. Dzikir dan fikir
seharusnyalah menghabiskan semua waktu atau bahagian terbesar
daripadanya.
Sesungguhnya nafsu itu
menurut tabi'atnya, condong kepada kelazatan dunia. Kalau hamba itu
menyerahkan separuh waktunya kepada urusan duniawi dan
keinginan-keinginannya yang dibolehkan — umpamanya dan separuh lagi
kepada ibadah, niscaya beratlah segi kecondongan kepada dunia, karena
bersesuaian dengan tabi'at dirinya. Sebab pembahagian waktu tadi itu
sama. Lalu keduanya lawan-melawan dan tabi'at dirilah yang menguatkan
kepada salah satu daripada keduanya. Karena zahir dan batin
tolong-menolong kepada urusan duniawi dan bersihlah hati serta bertindak
semata-mata mencari akan duniawi itu.
Adapun kembali kepada ibadah,
adalah berat dan tidak sejahteralah ke-ikhlasan dan kehadiran hati
kepadanya, selain pada sebahagian waktu saja. Maka orang yang ingin
masuk sorga tanpa hisab, hendaklah menghabiskan segala waktunya dalam
berbakti (tha'at). Dan barangsiapa bermaksud kuat daun neraca
kebaikannya dan timbangan kebajikannya berat, maka hendaklah
melengkapkan dalam tha'at, sebahagian besar dari waktunya.
Kalau dicampur-adukkannya
akan amal shalih dan yang lain, jahat, maka pekerjaannya itu amat
berbahaya. Tetapi harapan tidak putus dan kema-'afan dari kemurahan
Allah dinantikan. Semoga Allah Ta'ala mengampunkannya dengan kemurahan
dan kemuliaanNya. Maka inilah yang terbuka bagi orang-orang yang
memperhatikan dengan nur mata-hati. Kalau anda bukan ahlinya, maka
perhatikanlah kepada Kalam Allah Ta'ala kepada RasulNya dan petikkanlah
dengan nur-keimanan. Berfirman Allah Ta'ala kepada hambaNya yang
terdekat kepadaNya dan yang tertinggi pada sisiNya:
إِنَّ لَكَ فِي اَلنَّهَارِ سَبْحًا طَوِيلا
وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ وَتَبَتَّلْ إِلَيْهِ تَبْتِيلا
(Inna'laka 'finnahaari sabhan thawiilaa. Wadzkurisma rabbika wa tabattal ilaihi tabtiilaa).
Artinya: "Sesungguhnya
pada waktu siang, engkau mempunyai urusan yang panjang. Dan sebutlah
nama Tuhanmu dan beribadahlah kepadaNya dengan sungguh-sungguh!" — S. Al-Muzzammil, ayat 7 dan 8. Berfirman Allah Ta'ala: "Dan sebutlah nama Tuhanmu pagi dan petang.
Dan disebahagian daripada malam, maka sujudlah kepadaNya dan bertasbihlah kepadaNya dimalam yang panjang! " فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلا طَوِيلا, Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلا — S. Ad-Dahr(Al Insaan), ayat 25 dan 26.
Berfirman Allah Ta'ala: وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ "Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam. وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ Dan bertasbihlah kepadaNya dalam sebahagian daripada malam dan diakhir-akhir sembahyang''. — S. Qaf, ayat 39 dan 40.
Berfirman Allah s.w.t.: وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَإِدْبَارَ النُّجُوم "Dan
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika engkau bangun pagi. Dan
hendaklah engkau bertasbih kepadaNya disebahagian dari malam diwaktu
ghaib bintang". — S. Ath-Thur, ayat 48 - 49.
Berfirman Allah Ta'ala: إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلا"Sesungguhnya (bangun) waktu-waktu malam itu, adalah lebih sangat bekasnya dan lebih teguh bacaannya. — S. Al-Muzzammil, ayat 6.
Berfirman Allah Ta'ala: "Dan berbaktilah disebahagian dari waktu-waktu malam dan dipinggir-pinggir siang, supaya engkau akan rela". — S. Thaha, ayat 130.
Berfirman Allah 'Azza wa Jalla: وَأَقِمِ الصَّلاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ "Dan
dirikanlah shalat pada dua bahagian siang dan disebahagian dari malam,
karena sesungguhnya kebaikan-kebaikan dapat menghilangkan
kejahatan-kejahatan". — S. Hud, ayat 114.
Kemudian, lihatlah, bagaimana
Allah Ta'ala menyifatkan orang-orang yang memperoleh kemenangan dari
para hambaNya dan dengan apa la menyifatkan mereka!
Maka berfirman Allah Ta'ala: "Atau
adakah orang yang berbakti diwaktu-waktu malam dengan sujud dan
berdiri, dalam keadaan takut kepada azab akhirat dan mengharap rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama mereka yang tahu dan mereka yang tidak tahu?" — S. Az-Zumar, ayat 9.
Berfirman Allah Ta'ala: "Rengganglah rusuk - rusuk mereka dari tempat tidur, dimana mereka mendo'a pada Tuhannya, dengan takut dan harapan" — S. As-Sajadah, ayat 16.
Berfirman Allah Azza wa Jalla: "Dan ialah mereka yang bermalam dengan sujud dan berdiri (beribadah) kepada Tuhannya". — S. AI-Furqan, ayat 64.
Berfirman Allah 'Azza wa Jalla: "Adalah mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Sedang diwaktu akhir-akhir malam (waktu sahur), mereka meminta ampun". S- Adz-Dzariyat, ayat 17-18. Berfirman Allah 'Azza wa Jalla:"Maka mahasucilah Allah ketika kamu berpetang dan waktu kamu berpagi". — S. Ar-Rum, ayat 17.
Berfirman Allah Ta'ala: "Dan janganlah engkau halau orang-orang yang beribadah kepada Tuhannya, pada waktu pagi dan petang yang menghendaki wajahNya". — S. Al-An'nam, ayat 52.
Itu semuanya, menerangkan
kepada anda, bahwa jalan kepada Allah Ta'ala, ialah mengintip waktu dan
meramaikannya dengan wirid-wirid secara terus-menerus.
Karena itulah, bersabda Nabiصلى الله عليه وسلم
أحب عباد الله إلى الله الذين يراعون الشمس والقمر والأظلة لذكر الله تعالى
(Ahabbu ibaadillaahi ilallahi lladziina yuraa uunasy-syamsa wal-qamara wal-adhillata lidzikrillaahi ta'aalaa).Artinya: "Hamba
Allah yang paling dicintai Allah ialah mereka yang menjaga matahari,
bulan dan- bayang-bayang untuk berdzikir kepada Allah Ta'ala". (1).
Berfirman Allah Ta'ala: "Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungannya". - S. Ar-Rahman, ayat 5.
Berfirman Allah Ta'ala: "Tidakkah
engkau lihat kepada (kekuasaan) Tuhanmu, bagaimana la hamparkan
bayang-bayang? Pada hal kalau dikehendakiNya, niscaya dijadikanNya
tetap. Kemudian Kami jadikan matahari menjadi penunjuk. Kemudian, Kami
tarikkan bayangan itu kepada Kami sedikit-sedikit". — S. Al-Furqan, ayat 45—46.
Berfirman Allah Ta'ala: "Dan bulan itu. Kami telah tentukan baginya beberapa darajat". — S. Yasin, ayat 39.
Berfirman Allah Ta'ala: "Dan
Dialah yang telah menjadikan bagi kamu beberapa bintang , untuk kamu
berpedoman dengan dia didalam kegelapan darat dan laut". — S. Al-An'am, ayat 97.
Maka janganlah anda
menyangka, bahwa yang dimaksud dengan perjalanan matahari dan bulan
dengan perhitungan yang teratur, lagi tersusun dan dari kejadian
bayang-bayang, nur dan bintang-bintang, untuk memperoleh pertolongan
dengan dia dalam segala hal urusan duniawi. Tetapi adalah supaya anda
mengetahui dengan itu, batas-batas waktu, lalu anda pergunakan untuk
tha'at dan tijarah (perniagaan) bagi negeri akhirat. Dibuktikan kepada
anda yang demikian, oleh firman Allah Ta'ala: "Dan Dialah yang
menjadikan malam dan siang berganti-ganti,bagi orang yang mau ingat atau
mau bersyukur". - S. Al-Furqan, ayat 62. Artinya: digantikan
salah satu dari keduanya oleh yang lain, supaya dapat diperoleh pada
salah satu dari keduanya, apa yang tertinggal pada yang lain. Dan
diterangkanNya, bahwa yang demikian itu adalah untuk berdzikir
(mengingat) dan bersyukur. Tidak untuk yang lain.
Berfirman Allah Ta'ala: "Dan
Kami jadikan malam dan siang itu dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda
malam dan Kami jadikan tanda siang yang terang, untuk kamu mencari
kurnia dari Tuhanmu dan supaya kamu tahu bilangan tahun dan
perhitungan". - S. Bani-Israil, ayat 12.
Sesungguhnya keutamaan yang dicari, ialah pahala dan ampunan. Kita bermohon pada Allah akan taufiq yang baik untuk apa yang direlaiNya!
1. Dirawikan Ath-Thabrani dari Ibnu Ubai, shahih isnad.
|
PENJELASAN:
bilangan wirid dan susunannya. Ketahuilah, bahwa wirid siang itu
tujuh:Diantara terbit cahaya pagi sampai kepada terbit bundaran
matahari, satu wirid.Diantara terbit matahari, sampai kepada gelincir
matahari (zawal), dua wirid.
Diantara zawal, sampai kepada waktu 'Ashar, dua wirid.
Dan diantara 'Ashar, sampai kepada Magrib, dua wirid.
Malam terbagi kepada empat wirid: dua wirid, dari Magrib, sampai
kepada waktu orang tidur. Dan dua wirid lagi, dari tengah malam yang
akhir, sampai kepada terbit fajar.
Maka marilah kami terangkan keutamaan tiap-tiap wirid tadi dan tugasnya serta yang berhubungan dengan dia.
Maka wirid yang pertama: diantara
terbit sinar pagi, sampai kepada terbit matahari. Dan itu adalah waktu
yang mulia. Dibuktikan kemuliaan dan kelebihannya, oleh sumpahnya Allah
dengan dia, karena Ia berfirman: "Demi waktu Subuh, apabila telah
terang". — S. At-Takwir, ayat 18. Dan pujian Allah kepadanya,
Dengan firmanNya:
(Faaliqul-ishbaah).— S. Al-An'am, ayat 96. Artinya: "Dia (Allah) itu Pembelah shubuh".
Dan firmanNya:
(Qul a'uudzu bira'bbi'I-falaq). S. Al-Falaq, ayat 1. Artinya: "Aku berlindung dengan Yang Mempunyai cuaca shubuh".
Dan dizahirkanNya qudrah dengan menarik bayang-bayang kepadaNya, dengan firmanNya: "Kemudian, kami tarik dia (bayang-bayang) kepada Kami sedikit-sedikit". — S. Al-Furqan, ayat 46. Yaitu: waktu menarik bayang-bayang malam dengan membentangkan cahaya matahari.
Dan petunjukNya kepada manusia, kepada mengucapkan tasbih kepadaNya, dengan firmanNya: "Maka mahasucilah Allah ketika kamu berpetang dan waktu kamu berpagi". - S. Ar-Rum, ayat 17.
Dan dengan firmanNya: "Bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya". — S. Thaha, ayat 130,
Dan firmanNya 'Azza wa Jalla: "Dan bertasbihlah disebahagian dari waktu-waktu malam dan dipinggir-pinggir siang, supaya engkau akan rela". - S. Thaha, ayat 130.
Dan firmanNya Ta'ala: "Dan sebutlah nama Tuhanmu, pagi dan petang!" - S. Ad-Dahr ayat 25 Adapun tata tcrtibnya, maka hendaklah diambil waktunya dari waktu terbangun dari tidur. Apabila sudah bangun, maka sewajarnyalah memulai dengan dzikir kepada Allah Ta'ala, dengan membaca: "Segala pujian bagi Allah yang menghidupkan kita setelah dimatikanNya kita dan kepadaNya-lah dibangkitkan-sampai kepada penghabisan do'a dan ayat-ayat yang telah kami sebutkan, pada do'a bangun daripada tidur dari Kitab Do'a. Dan hendaklah memakai pakaian waktu berdo'a dan berniat dengan BERNIAT pakaian itu menutup auratnya.
Dan dizahirkanNya qudrah dengan menarik bayang-bayang kepadaNya, dengan firmanNya: "Kemudian, kami tarik dia (bayang-bayang) kepada Kami sedikit-sedikit". — S. Al-Furqan, ayat 46. Yaitu: waktu menarik bayang-bayang malam dengan membentangkan cahaya matahari.
Dan petunjukNya kepada manusia, kepada mengucapkan tasbih kepadaNya, dengan firmanNya: "Maka mahasucilah Allah ketika kamu berpetang dan waktu kamu berpagi". - S. Ar-Rum, ayat 17.
Dan dengan firmanNya: "Bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya". — S. Thaha, ayat 130,
Dan firmanNya 'Azza wa Jalla: "Dan bertasbihlah disebahagian dari waktu-waktu malam dan dipinggir-pinggir siang, supaya engkau akan rela". - S. Thaha, ayat 130.
Dan firmanNya Ta'ala: "Dan sebutlah nama Tuhanmu, pagi dan petang!" - S. Ad-Dahr ayat 25 Adapun tata tcrtibnya, maka hendaklah diambil waktunya dari waktu terbangun dari tidur. Apabila sudah bangun, maka sewajarnyalah memulai dengan dzikir kepada Allah Ta'ala, dengan membaca: "Segala pujian bagi Allah yang menghidupkan kita setelah dimatikanNya kita dan kepadaNya-lah dibangkitkan-sampai kepada penghabisan do'a dan ayat-ayat yang telah kami sebutkan, pada do'a bangun daripada tidur dari Kitab Do'a. Dan hendaklah memakai pakaian waktu berdo'a dan berniat dengan BERNIAT pakaian itu menutup auratnya.
Karena, mengikut perintah
Allah Ta'ala dan meminta pertolongan padaNya kepada beribadah. tanpa
maksud memperlihatkan orang (riya) dan menonjolkan diri. Kemudian
menutup ketempat membuang air (kakus), bila ia memerlukan kepadanya. Dan pertama-tama
memasukkan kakinya yang kiri dan mendo'a dengan do'a-do'a yang 'telah
kami sebutkan pada Kitab Bersuci, ketika masuk dan keluar dari kakus.
Kemudian bersugi selaku amal sunat, sebagaimana telah diterangkan
dahulu. Dan berwudlu' dengan menjaga segala sunat dan do'a yang telah
kami sebutkan pada bersuci dahulu. Sesungguhnya telah kami kemukakan
dahulu satu-persatu dari ibadah, adalah supaya Kami scbukan pada Kitab
ini cara susunan dan taiatertib-nya saja.
Apabila selesai dari wudu
Iain rnengerjakan solat dua raka'at fajar yakni solat sunat ditempatnya
sendiri , Begitulah di kerjakan oleh Rasulullah (1)
Dan sesudah dua rakaat itu,
sama sahaja dua rakaat itu dikerjakan di rumah atau di masjid lalu
membeca doa yang diriwayatkan Ibnu Abbas r.a.. yaitu. “Wahai Allah
Tuhanku! Sesungguhnya aku bermohon padaMu rahmat daripada sisimu. Engkau
beri petunjuk dengan rahmat itu akan hatiku....." Sampai kepada
penghabisan doa seperti yang disebutkan dahulu.
Kemudian Keluar dari rumah
menuju mesjid dan jangan dilupakan do'a keluar masjid. Dan tidak
berjalan kepada solat itu dengan berlari tergesa gesa tetapi berjalan
dengan tenang dan khidmat sebagaimana yang tersebut dalam hadis(2).
Dan tidak membuat jari jari
tangannya sebagai jerjak, Dan masukilah masjid mendahulukan kakinya yang
kanan dan mendo'a dengan do'a yang diperolihi para sahabat dan salaf
untuk masuk masjid.
Kemudian carilah di mesjid itu barisan pertama (saf pertama)
kalau ada yang terhalang dan
tidaklah melangkahi bahu orang lain dan desak-mendesak sebagaimana
telah diterangkan dahulu pada kitab jumaat.
Kemudian mengerjakan shalat
dua raka'at fajar (sunat Shubuh), kalau belum dikerjakan dirumah.
Kemudian membaca do'a yang telah tersebut dahulu, sesudahnya, Dan kalau
telah dikerjakan dua raka'at fajardirumah, nescaya dikerjakan dua
raka'at shalat tahiyyah-masjid, kemudian duduk menunggu jamaah. Dan
lebih disunatkan melakukan shalat subuh itu di waktu msasih gelap di
akhir malam Nabi s,a.w. melakukan shalat Shubuh diwaktu masih gelap pagi
(3)
1.Mengenai solat dua rakaat fajar (subuh) , Dirawikan Bukhari dan muslim dari hafshah.
2.Tentang ini dirawikan Bukhari dan muslim dari Abu Hurairah
3.Tentang ini dirawikan bukhari dan muslim dari Aishah.
|
Dan tiada seyogialah
meninggalkan berjama'ah pada shalat umumnya dan pada Shalat Shubuh dan
Shalat 'Isya' pada khususnya. Karena keduanya mempunyai kelebihan yang
utama. Diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a. daripada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم bahwa Nabiصلى الله عليه وسلم bersabda
mengenai Shalat Shubuh: "Barangsiapa berwudlu', kemudian menuju masjid
untjk melakukan shalat padanya, niscaya baginya satu kebaikan dengan
tiap-tiap langkahnya dan dihapuskan satu kejahatan daripadanya. Dan
kebaikan itu balasannya sepuluh kali. Maka apabila telah mengerjakan
shalat, kemudian meninggalkan tempat itu, ketika terbit matahari,
niscaya dituliskan baginya, tiap-tiap sehelai bulu pada badannya, suatu
kebaikan. Dan itu bertukar dengan suatu hajji yang penuh dengan
kebajikan. Kalau ia duduk, sehingga ia mengerjakan shalat Dluha, niscaya
dituliskan baginya, tiap-tiap raka'at sejuta kebaikan. Dan barangsiapa
mengerjakan shalat pada waktu pertiga pertama dari malam (waktu
al-'ata-mah), maka baginya pahala seperti itu juga dan bertukarlah itu
dengan satu 'umrah yang penuh dengan kebajikan" (1).
Adalah diantara kebiasaan
ulama terdahulu (salaf), masuk masjid sebelum terbit fajar. Berkata
seorang dari golongan tabi'in (angkatan sesudah shahabat atau pengikut
shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم "Aku
masuk masjid sebelum terbit fajar, maka aku jumpai Abu Hurairah telah
mendahului aku, seraya beliay berkata kepadaku: "Wahai anak saudaraku!
Untuk apa engkau keluar dari rumahmu pada sa'at ini?" Maka aku menjawab:
"Untuk shalat pagi!"
Lalu beliau berkata:
"Bergetnbiralah! Sesungguhnya kami menghitung keluar kami dan duduk kami
dimasjid pada sa'at ini, adalah sebagai pepe-rangan pada jalan Allah
Ta'ala (perang sabil)". Atau beliau mengatakan: "berperang bersama
Rasulu'llah.".صلى الله عليه وسلم
Dari Ali r.a. diriwayatkan, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم mengetok pintu rumahnya, dimana ia dan Fathimah r.a. sedang tidur, seraya bersabda: "Apakah kamu berdua ini tidak shalai?"
Berkata Ali r.a.: "Lalu aku
menjawab: "Wahai Rasulu'llah! Sesungguhnya diri kami ditangan Allah
Ta'ala. Apabila dikehendakiNya memba-ngunkan kami, niscaya
dibangunkanNya". Maka pergilah Nabi صلى الله عليه وسلم dan aku mendengar sedang beliau pergi itu, memukul pahanya dan bersabda:
وكان الإنسان أكثر شيء جدلا
(Wa kaanal-insaanu aktsa-ra syai-in jadalaa). Artinya: "Adalah manusia itu lebih banyak bertengkar".
1.Menurut Allraqi beiiau belum pernah menjumpai yang demikian sekali-kali.
|
2.Ini pun menurut Allraqi, beliau tidak memperoleh asalnya.
|
Kemudian, seyogialah sesudah
dua raka'at fajar dan do'anya, membaca istighfar dan tasbih, sampai
kepada waktu mendirikan shalat. Yaitu membaca:
أستغفر الله الذي لا إله إلا هو الحي القيوم وأتوب إليه
(Astaghfiru'llaaha'lladziilaa ilaaha i'llaa huwa'l-ha'yyul-qa'y-yuumu wa atuubu ilaih) tujuhpuluh kali. Artinya: "Aku
meminta ampun pada Allah yang tiada disembah, selain Dia, yang Hidup,
yang Berdiri dengan sendiriNya dan aku bertobat kepa'daNya". Dan membaca:
سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر
(Subhaana'llaah, wa'l-hamduli'llaah ,wa laa ilaaha i'lla'liaah, wa 'llaahu akbar) - seratus kali. Artinya: "Mahasuci Allah, segala pujian bagi Allah tiada yang disembah,selain Allah dan Allah itu Mahabesar". Kemudian,
mengerjakan shalat fardlu, dengan menjaga segala apa yang yang telah
kami bentangkan dahulu, dari segala adab batin dan adab zahir dalam
shalat dan berimam.
Apabila telah selesai dari
shalat fardlu itu, lalu duduklah dalam masjid sampai terbit matahari,
berdzikir kepada Allah Ta'ala, sebagaimana akan kami susun nanti.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Sesungguhnya
aku duduk pada tempat dudukku, berdzikir kepada Allah Ta'ala padanya,
dari shalat pagi (shalat Shubuh) sampai terbit matahari, adalah lebih
aku sukai daripada memerdekakan empat orang budak belian" (1).
Diriwayatkan, bahwa: "Nabiصلى الله عليه وسلم apabila
telah mengerjakan shalat Shubuh, lalu duduk pada tempat shalatnya,
sehingga terbitlah matahari" -dan pada setengah riwayat: "beliau
mengerjakan shalat dua raka'at" -yakni: "setelah terbit matahari. Dan
tersebutlah keutamaan yang demikian, yang tidak terhinggakan. (2).
Dan diriwayatkan oleh Al-Hasan: "Bahwa Rasulu'llahصلى الله عليه وسلمmenyebutkan
sebahagian dari rahmat Tuhannya, dengan sabdanya: "Bahwa Tuhan
berfirman: "Wahai anak Adam! Berzikiriah kepadaKu sesudah shalat Fajar
barang sesa'at dan sesudah shalat 'Ashar barang sesa'at, niscaya Aku
cukupkan bagi engkauapa yang ada diantara keduanya". (3). Apabila telah
nyata keutamaan yang demikian, maka hendaklah duduk dan tidak
bercakap-cakap sampai terbit matahari. Tetapi sebaiknyalah pekerjaannya
sampai kepada terbit matahari itu, empat macam: do'a dan dzikir dengan
diulang-ulanginya pada buah tasbih, membaca Al-Qur'an dan tafakkur.
1. Dirawikan Abu Dawud dari Anas.
|
2. Dirawikan Muslim dari Jabir bin Samrah.
|
3. Dirawikan Ibnul-Mubarak, hadits mursal.
|
Adapun do'a, maka setiap kali selesai dari shalat, hendaklah dimulai dan dibaca:
اللهم
صلى على محمد وعلى آل محمد وسلم اللهم أنت السلام ومنك السلام وإليك يعود
السلام حينا ربنا بالسلام وأدخلنا دار السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام
أنت السلام ومنك السلام وإليك يعود السلام حينا ربنا بالسلام وأدخلنا دار
السلام تباركت يا ذا الجلال والإكرام
(Allaahu'mma shal'lli 'alaa
Muhammad, wa 'alaa aa-li Muhammad, wa sa'llim. Allaahu'mma anta'ssalaam
wa minka'ssalaam , wa ilaika ya'uudu'ssalam, ha'yyinaa ra'bbanaa
bi'ssalaam ,wa adkhilnaa daara'ssa-laam ta-baa-rakta jaa dzaljalaali
wa'I-ikraam).Artinya: "Wahai Allah Tuhanku! Berilah rahmat dan
kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarganya! Wahai Allah Tuhanku!
Engkau kesejahteraan, dari Engkau kesejahteraan, kepada Engkau kembali
kesejahteraan! Hidupkanlah kami, wahai Tuhan kami dengan kesejahteraan!
Masukkanlah kami kenegeri kesejahteraan, maha barakah Engkau, wahai Yang
Mempunyai keagungan dan kemuliaan!". Kemudian, memulai do'a dengan apa yang dimulai oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم., yaitu do'anya: "Mahasuci
Tuhanku, yang tinggi maha-tinggi, yang maha memberi! Tiada yang
disembah,selain Allah Yang Mahaesa, tiada sekutu bagiNya. BagiNya
kerajaan dan bagiNya segala pujian. Ia yang menghidupkan dan yang
mematikan. Dialah yang hidup, yang tidak mati. DitanganNya kebajikan dan
Dia mahaberkuasa atas tiap-tiap sesuatu. Tiada yang disembah, selain
Allah, yang mempunyai nikmat, keutamaan dan pujian yang baik. Tiada yang
disembah selain Allah dan tiada kami menyembah, selain Dia, dimana kami
mengikhlaskan agama bagiNya, walaupun benci orang-orang yang kafir".
Kemudian, memulai dengan
do'a-do'a yang telah kami bentangkan pada Bab Ketiga dan Keempat dari
Kitab Do'a. Maka berdo'alah derigan semuanya itu, kalau sanggup. Atau
dihafal dari keseluruhannya apa yang dipandang sesuai dengan keadaannya,
yang lebih menghaluskan bagi jiwanya dan lebih meringankan pada
lidahnya.
Adapun dzikir yang
berulang-ulang, maka yaitu: kalimat-kalimat yang mempunyai keutamaan dan
kelebihan pada mengulang-ulanginya, dimana kami tidak membentangkannya
secara panjang. Dan sekurang-kurangnya dari apa yang seyogianya, ialah
diulangi tiap-tiap daripadanya tigakali atau tujuh kali. Dan
sebanyak-banyaknya, seratus kali atau tujuhpuluh kali dan yang sedang,
ialah sepuluh kali.Maka hendaklah diulang-ulanginya itu, menurut
kelapangan dan keluasan waktunya. Kelebihan yang banyak, adalah lebih
banyak. Dan yang sedang, lagi sederhana, ialah diulang-ulanginya sepuluh
kali. Maka itulah yang lebih layak untuk selalu dilaksanakan. Dan
pekerjaan yang lebih baik, ialah yang sefalu dikenakan,walaupun sedikit.
Tiap-tiap pekerjaan, adalah tidak mungkin diteruskan selalu dengan
banyak. Maka sedikitnya secara terus-menerus, adabh lebih utama dan
lebih mempengaruhi hati daripada banyaknya serta putus-putus.
Yang
sedikit terus menerus itu, adalah seumpama titik-titik air yang menitik
keatas bumi dengan terus-menerus berikutan, maka dapatlah mendatangkan
suatu lobang kecil pada bumi. Dan
juga kalau titik-titik air itu jatuh keatas batu. Dan air yang banyak
yang berpisah-pisah, bila tercurah satu kali atau beberapa kali yang
berpisah-pisah dalam waktu yang berjauhan, rnaka tidaklah menimbulkan
bekas yang nyata. Kalimat-kalimatr itu adalah sepuluh:
Pertama:لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد يحيي ويميت وهو حي لا يموت بيده الخير وهو على كل شيء قدير membaca
"Laa ilaha i'ila'llaahu wahdahu laa syariika lah, la-hu'lmulku wa
lahu'Ihamdu yuhyii wa yumiitu wa hua ha'yyun laa yamuut, wa hua 'alaa
ku'lli syai-in qadiir".Artinya: "Tiada yang disembah, selain Allah
yang mahaesa, tiada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan dan. bagiNya
segaia pujian. Ia yang menghidupkan dan yang mematikan. Dia yang Hidup,
tiada mati. DitanganNya kebajikan. Dan Dia maha kuasa atas tiap-tiap
sesuatu".
Kedua: membacaالثانية قوله سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر ولا حول ولا قوة إلا باللهالعلي العظيم "Subhanallaah,
Wa'l-hamdu li'llah, wa laa ilaaha i'lla'liaah, wa'llaahu akbar, wa laa
haula wa laa qu'wwata i'llaa bi'llaahi'l-'aii'yyrj-'adhiim". Artinya:"Mahasuci
Allah, segala pujian bagi Allah, tiada yang disembah selain Ailah dan
Allah itu mahabesar. Tiada daya dan tiada upaya, melainkan dengan Allah
yang mahatinggi dan maha agung
Ketiga: membaca; سبوح قدوس رب الملائكة والروح Su'bbuuhun qu'dduusun ra'bbu'l-rnalaaikati wa'r ruuh". Artinya: "Allah mahasuci, mahaqudus, Tuhan bagi segala malaikat dan nyawa'.
Keempat: membaca قوله سبحان الله العظيم وبحمده "Subhana'llahi-'adhiimi wa bihamdih". Artinya: "Mahasuci Allah yang mahaagung dan dengan pujian kepadaNya".
Kelima: membaca أ ستغفر الله الذي لا إله إلا هو الحي القيوم وأسأله التوبة "Astaghfiru'llaahal-adhiima'lladzi liaa ilaaha illaa hua 'l-hayul-qai'yyuumu wa as-lauhu'ttaubah". Artinya:"Aku
meminta ampun pada Allah yang mahaagung yang dada cbsembah, selain Dia,
yang hidup, yang berdiri sendiri dan aku bermohon padaNya akan taubat".
Keenam: membaca اللهم لا مانع لما أعطيت ولا معطي لما منعت ولا ينفع ذا الجد منك الجد"Allaahu'mma laamaani'a limaa a'thaita, wa laa mu'thia limaa mana ta, wa laa yanfa'u dza'l-jaddi minkal'-jadd". Artinya: "Wahai
Allah Tuhanku! Tiada yang melarang akan apa yang Engkau berikan, tiada
yang memberi akan apa yang Engkau iarang. Dan tiada bermanfa'at akan
orang yang mempunyai kesungguhan daripada Engkau oleh kesungguhan nya".
Ketujuh: membaca لا إله إلا الله الملك الحق المبين "Laa iiaaha i'lla llahu'l-maliku'l-ha'qqu'I-mubiin". Artinya: "Tiada yang disembah, selain Allah, yang memiliki, yang maha-benar, yang maha menjelaskan segala sesuatu".
Kedelapan: membaca بسم الله الذي لا يضر مع اسمه شيء في الأرض ولا في السماء وهو السميع العليم "Bisrm'liaahniadzii iaa yadlu'rru ma'a'smihi syai-un fil-ardll, wa laa fi'ssamaa-i wa hua'ssamii'ul-'alim". Artinya: "Dengan
nama Allah yang tiada memberi kemelaratan sesuatu serta namaNya, dibami
dan dilangit. Dan Dia maha mendengar, lagi maha mengetahuii.
Kesembilan: membaca اللهم صل على محمد عبدك ونبيك ورسولك النبي الأمي وعلى آله وصحبه وسلم "Allaahu'mma
sha'lli 'alaa Muhammad, 'abdika wa nabi'yyika wa
rasuulika'nnahi'yyi'l-ummi'yyi wa 'alaa aa-lihi wa shah-bihi wa
sa'llim". Artinya:"Wahai Allah Tuhanku! Anugerahilah rahmat dan
kesejahteraan kepada Muhammad, hambaMu, NabiMu dan RasulMu, Nabi yang
ummi (tak tahu tulis-baca), kepada kaum keluarganya dan
sha-habat-shahabat-nya".
Kesepuluh: membac aأعوذ بالله السميع العليم من الشيطان الرجيم رب أعوذ بك من همزات الشياطين وأعوذ بك رب أن يحضرون "A'uudzu
bi'llaahi-ssamii'ii-'aliim, mina'sy-syai-thaani'rrajiim. Rabbi! A'uudzu
bika man hamaazaati-sy-syayaarhiin. Wa a'uu-dzu bika Rabbi an
yahduruun".Artinya: "Aku berlindung dengan Allah yang maha
mendengar. lagi maha mengetahui daripada setan yang terkutuk. Wahai
Tuhanku! Aku berlindung deriigan Engkau dari gangguan-gangguan setan.
Dan aku berlindung dengan Engkau, wahai Tuhanku, daripada setan-setan
itu datang kepadaku".
Maka sepuluh inilah
ka!imat-kaiimat apabila diulang-ulangi tiap-tiap kalimat sepuluh kali,
maka jadilah seratus kali Maka itu adalah lebih utama (afdlal) daripada
mengulang-ulangi suatu dzikir seratus kali. Karena tiap-tiap kalimat
dari kalimat-kaiimat tersebut, mempunyai kelebihan atas dayanya. Dan
bagi hati dengan tiap-tiap kalimat itu, mempunyai semacam kesadaran dan
kelazatan. Dan bagi jiwa, dalam berpindah dan kalimat ke-kalimat
mempunyai semacam ketenangan dan keamanan dari kemalasan. Adapun
membaca, maka disunatkan membaca sejumlah ayat-ayatyang dibentangkan oleh hadits-hadits dengan keutamaannya. Yaitu: membaca surat "Alhamduli'llah" (surat Al-fatihah), Ayatالكرسي Al-Kursiy
dan penghabisan dari surat' "Al-Baqarah", dari firmannya:
''''aa-mana'r-ra-suul". Dan "Syajhida'llaahu" dan "Quli'llaahumma
maalika'l-mulki", sampai habis kedua ayat ini. Dan firmanNya: لقد جاءكم رسول من أنفسكم "Laqad jaa-akum rasjulun min ar-fusikum" sampai akhirnya.Dan firmanNya: "Laqad shadaca'ilaabu rasuulahu'rru'ya bil-haq' sampai akhirnya - S. Al-Fath, ayat 21, Dan firmanNya- الحمد لله الذي لم يتخذ ولدا "Alhamdu
lillaahilladzii lam ya'ttakhidz wyladan' sampai akhirnya - S. Bani
Israil (S. isra), ayat 111. Dan lima ayat dari permulaan S. Al-Hadid dan
tiga awal dari penghabisan S. Al-Hasyr.
Dan kalau dibaca "tujuh-tujuh kali dari bacaan yang sepuluh" itu (المسبعات العشر al-mu-sa'bba'ati'l-'asyr),
yang telah dihadiahkan oleh Nabi Khidir a.s. kepada ibrahim Al-Taimi
r.a. dan diwasiatkannya supaya dibaca pagi dan petang, maka sesungguhnya
telah sempurnalah keutamaan.
Dan yang demikian itu telah
mengumpulkan baginya keutaraaan keseluruhan do'a-do'a yang tersebut
dahulu.Sesungguhnya diriwayatkan dari Karaz bin Wabrah r.a. dan Karaz
ini termasuk al-abdaal (1). dimana ia menerangkan: "Telah datang
kepadaku seorang saudaraku dari penduduk negeri Syam (Syria). Lalu
dihadiahkannya kepadaku suatu hadiah, seraya berkata: "Wahai Karaz,
terimalah dariku hadiah ini! Karena ia adalah hadiah yang
sebaik-baiknya".Lalu aku bertanya: "Wahai saudaraku! Siapakah yang
menghadiahkan kepadamu hadiah tersebut?"Maka ia menjawab: "Diberikan
hadiah ini kepadaku oleh Ibrahim At-Ta imi!"
Lalu aku bertanya: "Apakah tidak engkau tanyakan pada Ibrahim, siapakah yang memberikan hadiah itu kepadanya?"
Menjawab saudara itu: "Ada!
Lalu Ibrahim menerangkan: "Adalah aku duduk dihalaman Ka'bah, dimana aku
sedang bertahlil, bertasbih, bertah-mid dan bertamjid (membaca: سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر subhaanallaah,
wa'l-hamduli'l-laah wa laa ilaaha i'lla'liaah wa'llaahu akbar), maka
datanglah seorang laki-laki, memberi salam kepadaku dan duduk dikananku.
Belum pernah aku melihat pada masaku, orang yang secantik itu mukanya,
yang sebagus itu pakaian-nya. yang lebih putih warnanya dan lebih wangi
baunya dari orang itu. Lalu aku bertanya: "Wahai hamba Allah! "Siapakah
anda? Darimanakah anda datang?"
Maka ia menjawab: "Aku
adalah Khidir!" Lalu aku bertanya: "Apakah maksudnya anda datang
padaku!" Menjawab Khidir: "Aku datang kepadamu untuk memberi salam dan
karena cinta kepadamu pada jalan Allah. Dan padaku ada suatu hadiah,
yang ingin aku hadiahkan kepadamu!" Maka aku bertanya: "Apakah hadiah
itu?"
Ia menjawab: "Bahwa engkau baca sebelum terbit matahari dan sebelum terbentangnya diatas bumi dan sebelum ia terbenam: surat الحمد AI-Hamd, Qul a'uudzu bi ra'bbinnaas, قل أعوذ برب الفلق Qul a uudzu bi ra'bbiI-falaq, قل هو الله أحد Qulhua'llaa-hu ahad, قل يا أيها الكافرون Qul yaa a'yyuha'l-kaafiruun dan ayat آية الكرسي Al-Kursiyy. Masing-masing daripadanya tujuh kali. Dan engkau baca: سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر "Subhaana'llaah, wa'l-ham-duli'llaah, wa laa ilaaha i'lla'liaah, wa'llaahu akbar" tujuh kali. Dan berselawat kepada Nabi صلى الله عليه وسلم. tujuh
kali. Meminta ampun (membaca istiqhfar) bagi dirimu sendiri, bagi
ibu-bapamu, bagi orang mu'min laki-laki dan perempuan tujuh kali.
Membaca: اللهم افعل
بي وبهم عاجلا وآجلا في الدين والدنيا والآخرة ما أنت له أهل ولا تفعل بنا
يا مولانا ما نحن له أهل إنك غفور حليم جواد كريم رءوف رحيم"Allaahu'mma'f-'al
bii wa bi-him aajilan wa aa-jilan frddiini wa'ddun-ya wa'l-aakhirah,
maa anta lahuu ahlun. Wa laa tafal binaa yaa Maulaanaa maa nahnu lahu
aahlun, in-naka ghafuurun haliimun, ja'wwaadun kariimun
ra-uufu'r-rahiim" tujuh kali. Artinya:"Wahai Allah Tuhanku!
Buatlah bagiku dan bagi mereka, dengan cepat dan lambat, mengenai agama,
dunia dan akhirat, akan apa yang Engkau punyai baginya! Dan janganlah
Engkau buat kepada kami,wahai yang kami junjung, akan apa yang kami
punyai baginya sesunguhnya Engkau maha pengampun, mahapenyantun,
mahapemur mulia, mahapengasih, lagi maha penyayang".Perhatikanlah, bahwa anda tidak meninggalkan yang demikian itu pagi dan petang!"
1. Al-abdal: ialah
orang-orang shalih yang selalu ada didunia ini. Bila ada yang
meninggal, maka digantikan oleh Allah s.w.t. dengan lainnya (Peny.).
|
Maka aku berkata: "Aku
ingin, engkau menerangkan kepadaku, siapakah gerangan yang memberikan
kepadamu akan pemberian yang agung ini?" Lalu ia menjawab: "Diberikan
kepadaku oleh Muhammad صلى الله عليه وسلم Maka aku menyambung: 'Terangkanlah kepadaku pahalanya!" Ia menjawab: "Apabila anda menjumpai Muhammad صلى الله عليه وسلم maka tanyalah kepadanya tentang pahalanya! Dia akan menerangkan kepadamu yang demikian itu".
Lalu Ibrahim At-Taimi menerangkan, bahwa
pada suatu hari ia bermimpi, seolah-olah malaikat datang kepadanya,
lalu membawanya, sehingga dia dimasukkan kedalam sorga. Maka ia melihat
apa yang ada dalam sorga itu. Dan disifatkannya hal-hal yang agung
daripada apa yang dilihatnya didalam sorga.
Berkata Ibrahim At-Taimi: "Lalu
aku bertanya kepada malaikat itu, dengan mengatakan: "Untuk siapakah
ini?"Lalu malaikat itu menjawab: "Untuk orang yang mengerjakan amal,
seperti amalmu!"
Disebutkan oleh Ibrahim At-Taimi, bahwa
ia makan dari buah-buahan sorga dan para malaikat menyuguhkan kepadanya
minuman sorga. Berkata Ibrahim seterusnya: "Maka datanglah kepadaku
Nabiصلى الله عليه وسلم dan
bersamanya tujuhpuluh orang nabi dan tujuhpuluh baris (shaf) malaikat.
Tiap-tiap baris, seumpama antara masyriq dan maghrib (antara tempat
matahari terbit dan tempat matahari terbenam). Nabi صلى الله عليه وسلم memberi
salam kepadaku dan memegang tanganku. Lalu aku berkata: "Wahai
Rasulu'llah! Nabi Khidir menerangkan kepadaku, bahwa ia mendengar
daripadamu akan perkabaran ini". Maka menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم "Benar
Khidir! Benar Khidir! Dan tiap-tiap apa yang diceriterakannya, adalah
benar. Dia adalah orang yang berilmu dari penduduk bumi, kepala al-abdal
dan dia dari tentera Allah Ta'ala dibumi".
Maka aku bertanya: "Wahai
Rasulu'llah! Barangsiapa mengerjakan ini atau mengamalkan nya dan ia
tidak bermimpi seperti yang saya mimpikan didalam tidur saya, adakah ia
diberikan sesuatu daripada apa yang diberikan kepada saya?"
Menjawab Nabi صلى الله عليه وسلم "Demi
Allah, yang mengutus aku dengan sebenarnya menjadi nabi! Sesungguhnya
orang yang beramal akan diberikan itu, walaupun ia tidak bermimpi,
berjumpa dengan aku dan tidak bermimpi melihat sorga. Sesungguhnya
diberikan kepadanya ampunan dari segala dosa besar, yang telah
diperbuatnya. Dihilangkan oleh Allah daripadanya kemarahan dan
kutukanNya. Dan disuruh oleh Allah akan malaikat yang menjaganya
disebelah kiri, supaya tidak menuliskan satupun dari kesalahannya dari
perbuat an-perbuatan jahat, sampai setahun lamanya. Demi Allah yang
mengutus aku dengan sebenarnya menjadi nab:! Tidaklah mengerjakan dengan
amalan ini, kecuaii orang yang telah dijadikan oleh Allah berbahagia.
Dan tidak meninggalkan amalan ini, kecuali orang yang telah dijadikan
oleh Allah celaka!'.
Adalah Ibrahim At-Tairo
selama empat bulan tidak makan dan tidak minum, Dan Itu adalah sesudah
ta bermimpi dengan mimpi tadi Maka inilah pekerjaan membaca! Kalau
ditambahkannya kepada yang tadi, sesuatu daripada yang sampai kepadanya,
wiridnya dari Al-Qur'an atau dipendek-kannya kepada yang wirid itu
saja, adalah baik. Karena Al-Qur'an meng-himpunkan keutamaan dzikir,
fikir dan do'a, manakala disertakan pemaharnan. Sebagaimana telah kami
sebutkan keutamaan dan adabnya pada Bab tilawah Al-Qur'an dahulu.
Adapun fikir (tafakkur), maka
hendaklah menjadi salah satu tugasnya. Dan akan datang uraian, apa yang
dirai'akkurkan itu dan caranya, pada Kitab Tafakkur dari "Rubi:' Yang
Melepaskan" (Rubu'Al-Muniiat). Tetapi kumpulannya kembali kepada dua
bahagian:
Pertama: bertafakkur"tentang
yang bermanfaat dari Ilmu Mu'aniaiah, dengan menghisab diri
(memperhitungkan segala perbuatan diri sendiri), pada masa yang lampau,
dari keteledorannya. Menyusun segala tugasnya pada ban yang berada
dihadapannya. Mengatur tentang menolak segala yang memalingkan dan yang
mencegah, yang menghabiskan waktunya, daripada berbuat kebajikan.
Mengingati keteledorannya dan yang mendatangkan kepadanya kekecewaan
dari segala perbuatannya, untuk diperbaikinya. Menghadirkan kedalam
hatinya, niat-niat yang baik dari segala perbuatan. pada dirinya sendiri
dan dalam pergaulannya dengan kaum muslimin.
Kedua. bertafakkur
pada yang bermanfa'at dalam ilmu-Mukasyafah. Yaitu., dengan
bertafakkur, sekali pada segala nikmat Allah Ta'ala dan berturut-turut
nikmatNya, yang dhahir dan yang batin supaya bertambahlah pengenaiannya
(ma'rifatnya) dengan ni'mat itu. Dan membanyakkan kesyukuran nya. kepada
nikmat. Atau bertafakkur tentang siksa 4an azab-Nya,
supaya bertambahlah ma'rifatnya dengan qudrah Ilahi dan istighna'-Nya
(Istighna'Nya yaitu: Tuhan tidak memerlukan sesuatu dari njachluq). Dan
bertambahlah takutnya kepada siksa dan azab itu. Masing-masing dari
hal-keadaan tersebut, mempunyai banyak cabang, yang meluas tafakkur
padanya dari sebahagian machluk dan tidaknya dari sebahagian yang lain.
Dan itu akan kami tinjau secara mendalam pada Kitab Tafakkur.
Manakala mudah melaksanakan
tafakkur itu, maka itu adalahibadah yang termulia. Karena mengandung
pengertian, mengingati Allah Ta'ala (berdzikir kepadaNya) dan
menambahkan dua hal:
Pertama: menambahkan ma'rifat, karena berfikir itu, kunci ma'rifat dan kasyaf (terbuka yang terdinding).
Kedua: menambahkan
kecintaan, karena hati tidak mencintai, kecuali orang yang ditekadkan
mengagungkannya. Dan tidaklah terbuka (inkisyaf) keagungan dan kebesaran
Allah s.w.t., selain dengan mengenai sifat, qudrah dan keajaiban
afalNya.Maka
dari berfikir datanglah ma'rifah dan dari ma'rifah, datanglah
pengagungan. Dan dari pengagungan, datanglah kecintaan. Dan juga, dzikir
itu mempusakai kejinakan hati. Dan kejinakan hati itu, adalah semacam
kecintaan. Tetapi kecintaan, yang sebabnya dari pengenalan (ma'rifah),
adalah lebih teguh, tetap dan agung. Bandingan kecintaan orang yang
mengenai (al-arif atau yang berma'rifah), dengan kejinakan hati orang
yang mengingati (yang berdzikir), tanpa kesempurnaan memandang dan
memperhatikan, adalah seperti bandingan 'asyiknya orang yang menyaksikan
kecantikan seseorang dengan mata sendiri dan melihat kebagusan
tingkah-laku., perbuatan, keutamaan dan hal-ikhwalnya yang terpuji
dengan dicoba, dibandingkan kepada kejinakan hati orang yang berulang
kali mendengar sifat seseorang yang jauh dari matanya, dengan kebagusan
bentuk dan tingkah-lakunya secara mutlak, tanpa araian segi-segi
kebagusan bentuk dan tingkah-lakunya itu. Maka tidaklah kecintaan orang
yang mendengar itu, seperti kecintaan orang yang melihatnya. Dan
tidaklah berita itu, seperti dilihat sendiri. Para hamba Allah (al-ibad)
yang rajin mengingati Allah dengan hati dan lisan, yang membenarkan apa
yang dibawa oleh para rasul, dengan keimanan secara taqlid, maka
tidakiah bersama mereka dari kebagusan segala sifat Allah Ta'ala,
melainkan segala hal yang cantik yang diyakininya, dengan membenarkan
orang yang menyifatkan sifat-sifat Allah itu kepada mereka.
Orang
yang berma'rifat (al-'arifun), ialah mereka yang menyaksikan keagungan
dan kecantikan itu, dengan mata-hati kebathinan ('aini'lbashirah
al-baihinah), yang lebih kokoh kuat dari padang an dhahir. Karena tiada
seorangpun sanggup mengetahui penghabisan keagungan dan kecantikan
Allah. Yang demikian itu, tidak disanggupi oleh seorangpun daripada
makhluk. Tetapi masing-masing orang dapat menyaksikan, sekedar
terang-kat baginya hijab. Dan tak ada kesudahan (la nihajah) bagi
kecantikan Hadlirat Ketuhanan dan bagi hijabNya. Dan sesungguhnya,
bilangan hijabnya, yang berhak dinamakan Nur dan kadang-kadang disangka
oleh orang sampai kepadanya, bahwa telah sempurnalah sampainya kepada
asal, adalah tujuhpuluh hijab. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Sesungguhnya
Allah mempunyai tujuhpuluh hijab dari Nur. Kalau dibukaNya, niscaya
terbakarlah akan apa yang didapati basharNya oleh kemahasucian
wajahNya". (1).
1. Hadits ini telah diterangkan dulu pada "Kaidah-kaidah aqidah".
|
Dan hijab itu pula menurut
susunannya. Dan nur-nur itu, berlebih-kurang tingkatannya, sebagaimana
berlebihkurangnya matahari, bulan dan bintang-bintang.
Dan nyatalah pada permulaannya, yang lebih kecil, kemudian apa yang
berikutnya. Dan diatas dasar itulah, dita'wilkan oleh sebahagian orang
Shufi, akan tingkat-tingkat yang menampak bagi Ibrahim a.s. pada
meningkatnya.
Berkata sebahagian orang Shufi itu: "Bahwa ayat (1):
فلما جن عليه الليل
(Fala'mmaa ja'nna "alaihi'l-lailu).
Artinya: Tatkala gelaplah kepada Ibrahim keadaan", رأى كوكبا ra-aakaukabaa -artinya: "maka sampailah ia kepada suatu hijab dari nur. Disebutkan hijab itu dengan kaubabكوكب (bintang).
Dan tidaklah dimaksudkan dengan kau-kab. benda-benda yang bercahaya
itu. Karena masing-masing orang kebanyakan, tidaklah tersembunyi bagi
mereka, bahwa Ketuhanan tidaklah layak dengan benda-benda yang bertubuh (بالأجسامal-ajsam).
Bahkan mereka mengetahui yang demikian itu pada permulaan perhatian
mereka. Maka apa yang tidak menyesatkan orang kebanyakan (orang awam),
tentu tidak menyesatkan Ibrahim Al-Khalil a.s. Dan hijab yang dinamakan
dengan "nur",tidaklah dimaksudkan akan cahaya yang dapat dirasa dengan
pandangan mata. Tetapi dimaksudkan akan apa yang dimaksudkan dengan
firman Allah Ta'ala:
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ
(Allaahu nuuru'ssamaawaati
wa'1-ardli matsalu nuurihi kamisykaa-tin fiihaa mishbaa-hun) sampai
akhir ayat 35 dari S. An-Nur. Artinya: "Allah itu nur bagi langit dan
bumi. Bandingan nurNya adalah seperti satu kurungan pelita, yang
didalamnya ada pelita ............" sampai akhir ayat.
Marilah kita lampaui saja
segala pengertian ini, karena diluar dari Ilmu Mu'amalah dan tidak
sampai kepada hakikatnya, kecuali dengan kasyaf yang mengikuti pikiran
yang bersih. Dan
sedikitlah orang yang terbuka baginya pintu kasyaf. Dan yang mudah bagi
kebanyakan orang ramai, ialah berpikir mengenai apa yang mendatangkan
faedah dalam Ilmu Mu'amalah. Dan itu juga termasuk hal yang banyak
faedahnya dan besar manfa'atnya.
Maka tugas yang empat itu,
ya'ni: do'a, dzikir. membaca dan tafakkur, seyogialah menjadi tugas
seorang murid (orang yang menuntut jalan Allah), sesudah shalat Shubuh.
Bahkan pada tiap-tiap wirid sesudah selesai dari tugas shalat. Sehingga
tidak ada tugas, sesudah shalat selain yang empat ini.
l. S. Al-An'am, ayat 76 (Peny).
|
Dan dikuatkannya untuk itu,
dengan mengambil senjata dan benteng per-tahanan. Dan puasa adalah
benteng yang menyempitkan jalan lalu-lintas setan, yang selalu bermusuh,
memalingkan seorang murid dari jalan petunjuk.
Dan tak adalah shalat sesudah
datang waktu Shubuh, selain dari dua raka'at fajar dan Fardlu shubuh,
sampai kepada terbit matahari. Adalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم dan
para shahabatnya r.a. menggunakan waktu tersebut dengan berbagai macam
dzikir. Dan itu adalah lebih utama, kecuali ia sangat mengantuk sebelum
fardlu. Dan mengantuk itu tidak dapat ditolak, selain dengan shalat.
Kalau ia bershalat karena yang demikian maka tiada mengapa.
Wirid yang kedua: ialah
antara terbit matahari, sampai kepada waktu dluha siang hari. Saya
maksudkan dengan dluha, ialah separuh antara terbit matahari, sampai
kepada waktu gelincir matahari (waktu zawal). Yang demikian itu, dengan
lewatnya tiga jam dari siang, apabila diumpamakan siang itu duabelas
jam. Yaitu: seperempat dan pada seperempat dari siang ini terdapat dua
tugas tambahan:
Yang pertama: shalat
Dluha dan telah kami terangkan dahulu pada Kitab Shalat. Dan yang lebih
utama (al-aula), ialah mengerjakan dua raka'at Dluha, ketika matahari
sudah terbit. Yaitu, apabila matahari telah membentang dan meninggi
kira-kira separuh anak panah. Dan mengerjakan shalat empat raka'at atau
enam raka'at atau delapan raka'at, apabila telah panaslah
dinding-dinding dan terasa tapak kaki dengan panas matahari. Maka waktu
yang dua raka'at itu, ialah yang dikehendaki oleh Allah Ta'ala dengan
firmanNya:
يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالإشْرَاقِ
(Yusa'bbihna bi'l-asyiyyi wa'Iisyraaq). - S. Shad, ayat 18.Artinya: "Bertasbih memuji Tuhan petang dan pagi".
Itu adalah waktu terbit
matahari (waktu isyraq). Yaitu: terang sempurna sinarnya dengan meninggi
matahari itu dari setentang wap dan debu yang terdapat atas permukaan
bumi, dimana asap dan debu itu mencegah sempurnanya menampak terbitnya
matahari.
Waktu yang empat raka'at itu, ialah Dluha yang tertinggi, dimana Allah Ta'ala bersumpah dengan dia, dengan firmanNya:
(Wa-dklluhaa wa'Haili idzaa sajaa" - S. Adl-Dluha, ayat 1 dan 2.
Artinya "Demi waktu Dluha. Dan malam apabila senyap sepi" -Rasulu'llahصلى الله عليه وسلم pergi kepada para shahabatnya, dimana mereka sedang mengerjakan shalat ketika waktu isyraq. Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم berseru dengan suaranya yang keras:
إلا إن صلاة الأوابين إذا رمضت الفصال
(Alaa inna sholatal-awy abiina idzaa ramidlatil-fishaal). Artinya: "Ketahuilah.
bahwa shalat bagi orang-orang yang tobat itu. ialah apabila telah panas
lah dinding-dinding dengan sinar matahari". (1). Maka
karena itulah. kami katakan, bahwa apabila disingkatkan kepada sekali
saja shalat., maka waktu tadi, adalah yang paling utama bagi shalat
Dluha. walaupun pokok keutamaan itu, berhasil dengan mengerjakan shalat
antara dua tepi waktu makruh (waktu kirahah bagi shalat). Yaitu: antara
meninggi matahari dengan terbitnya. lebih-kurang separuh anak panah,
sampai kepada sebelum zawal pada sa'at tengah hari (sa'at istiwa'). Dan
nama Dluha itu. tertuju kepada semuanya. Dan seakan-akan dua raka'at
isyaraq tadi. jatuh pada permulaan waktu keizinan shalat dan lewat-nya
waktu kirahah. Karena Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: "Sesungguhnya
matahari itu terbit dan bersamanya tanduk setan. Apabila matahari itu
meninggi maka berpisahlah setan itu daripadanya".
Sekurang-kurang meningginya, ialah matahari itu meninggi dari kabut dan debu tanah, Dan ini dijaga dengan berlebih-kurang.
Tugas yang kedua pada waktu
ini: ialah perbuatan kebaikan yang berhubungan dengan manusia, yang
berlaku menurut adat kebiasaan pada pagi hari. Seperti mengunjungi orang
sakit, menyelenggarakan jenazah, menolong pada jalan kebajikan dan
taqwa kepada Tuhan, mengunjungi majelis ilmu pengetahuan dan hal-hal
lain yang sejalan dengan itu untuk memenuhi keperluan orang-orang muslim
dan iain-Iain sebagainya. Kalau tidak ada sesuatu dari yang demikian
itu, niscaya kembalilah kepada tugas yang empat yang telah kami
terangkan dahulu. Yaitu: do'a, dzikir, membaca dan tafakkur. serta
shalat-shalat sunat kalau mau, dimana shalat itu dimakruhkan sesudah
shalat Shubuh dan tidak dimakruhkan sekarang. Sehingga jadilah shalat
itu bahagian kelima dari jumlah tugas waktu ini, bagi orang yang ingin
mengerjakannya. Adapun sesudah fardlu Shubuh, maka dimakruhkan tiap-tiap
shalat yang tidak mempunyai sebab. Dan sesudah datang waktu Shubuh,
yang lebih disukai, iaiah menyingkatkan shalat kepada dua raka'at faiar
dan shalat tahiyyat masjid. Dan tidak mengerjakan shalat yang lain ,
tetapi berdzikir, membaca, mendo'a dan bertafakkur.
Wirid ketiga: dari dluha
siang, sampai kepada. waktu zawal. Yang dimaksudkan dengan dluha, ialah
separuh dari waktu tadi dan sebelum separuh itu sedikit, walaupun ada
sesudah tiap-tiap tiga jam, disuruh dengan shalat.
1. Dirawikan Ath-Thabrani dari Zaid bin Arqam.
|
Apabila telah berlalu tiga
jam sesudah terbit matahari, maka pada tiga jam tadi dan sebelum
ber'alunya, adalah shalat Dluha. Apabila telah le-wat tiga jam lagi,
maka itulah waktu Dhuhur. Apabila lewat tiga jam lagi maka itulah waktu 'Ashar. Dan apabila telah lewat tiga jam lagi, maka itulah waktu Maghrib.
Kedudukan Dluha diantara
zawal dan terbit matahari, adalah seperti kedudukan 'Ashar diantara
zawal dan terbenam matahari. Kecuali, bahwa shalat Dluha itu bukan
shalat fardiu. Karena waktunya adalah waktu manusia sibuk dengan
urusannya. Maka diringankanlah itu kepada mereka. Tugas keempat: pada waktu ini ialah bahagian-bahagian yang empat itu dan ditambahkan lagi dua perkara:
Pertama bekerja dengan usaha.
mengstur penghidupan dan datang kepa-sar. Kalau ia saudagar maka
seyogialah berniaga dengan benar dan jujur. Kalau ia mempunyai
perusahaan. maka dengan memberi nasehat dan kasih sayang. Dan tidak
melupakan dzikir (ingat) kepada Allah Ta'ala daiam segala pekerjaan. Dan
memendekkan usahanya itu sekedar keperluan untuk hari itu. manakaia ia
sanggup berusaha tiap-tiap hari untuk pangannya.
Apabila telah berhasil yang
mencukupi untuk harinya itu. maka hendaklah ia kembali ke-bait Tuhannya
(baitu-rabbih) can menyediakan perbekalan bagi akhirat. Karena keperluan
kepada perbekalan akhirat adalah lebih berat, Dan mengambil manfa'at
dengan dia. adalah lebih kekal. Dari itu, bekerja dengan mengusahakan
perbekalan akhirat adalah lebih penting daripada mencari tambahan diatas
keperluan waktu itu. Ada yang mengatakan, bahwa orang mu'min, tidak
didapati selain pada tiga tempat: pada masjid yang diramaikannya atau
pada rumah yang ditu-tupkannya
atau pada keperluan yang tak boleh tidak daripadanya. Dan sedikitlah
orang yang mengetahui kadar, pada apa yang tidak boleh tidak itu. Bahkan
kebanyakan manusia, menaksir barang yang boleh tidak, bahwa itu tidak
boleh tidak baginya. Sebabnya karena setan menjanjikan kepada mereka
kemiskinan dan menyuruhnya dengan perbuatan keji. Lalu mereka dengar
setan itu dan mengumpulkan apa yang tidak dimakan karena takut miskin.
Dan Aliah Ta'ala menjanjikan kepada mereka akan ampunan dan kumia
daripadaNya. Lalu mereka berpaling daripada Allah Ta'ala dan tidak
menyukaiNya.
Kedua: tidur
siang. Dan ini sunat untuk membantu bangun malam, sebagaimana makan
sahur sunat untuk membantu puasa siang. Kalau ia tidak bangun malam,
tetapi kalau tidak tidur siang, ia tidak menggunakan waktunya itu kepada
kebajikan. Dan mungkin bergaul dengan orang-orang yang latai dan
bercakap-cakap dengan mereka. Maka dalam hal ini, tidur itu adalah lebih
baik baginya, apabila tidak membangkitkan kerajinannya untuk kembali
kepada berdzikir dan tugas-tugas yang tersebut dahulu. Karena pada tidur
itu, adalah diam diri dan selamat. Berkata sebahagian mereka, bahwa
akan datang kepada manusia suatu masa, dimana diam diri dan tidur
padanya adalah lebih utama bagi segala amal perbuatannya. Berapa
banyak.orang 'abid (yang banyak beribadah), keadaannya yang
sebaik-baiknya ialah tidur. Yang demikian itu, apabila menimbulkan ria
dan tidak mendatangkan keikhlasan pada ibadahnya.
Maka betapa lagi dengan orang lalai yang fasiq itu!
Berkata Sufyan Ats-Tsuri
r.a.: "Adalah mena'jubkan akan mereka apabila telah selesai dari
tugasnya, oleh tidurnya, karena mencari keselamatan. Apabila tidur itu
dimaksudkan untuk mencari keselamatan dan niat bangun malam, maka tidur
itu adalah mendekatkan diri kepada Tuhan (qurbah)".
Tetapi seyogialah bangun sebelum zawal, sekedar untuk mempersiapkan diri buat shalat dengan wudlu1 dan datang kemasjid sebelum masuk waktu shalat.
Yang demikian itu, adalah
sebahagian daripada amal yang utama. Kalau tidak tidur dan tidak bekerja
dengan sesuatu usaha dan mengguna-kan waktunya dengan shalat dan
dzikir, maka itu adalah lebih utama segala amalan siang. Karena waktu
hu, adalah waktu kelengahan manusia daripada mengingati Allah 'Azza wa
Jalla dan sibuk dengan kepentingan duniawi. Maka hati yang tercurah
untuk berkhidmat kepada Tuhannya pada ketika hamba-hamba yang lain
berpaling daripada pintuNya, adalah lebih layak disucikan oleh Allah dan
dipilihNya untuk mendekati dan mengenaliNya.
Kelebihan yang demikian itu,
adalah seperti kelebihan menghidupkan malam. Malam adalah waktu
kelalaian dengan tidur. Dan itu tadi adalah waktu kelalaian dengan
menuruti hawa nafsu dan menghabiskan waktu dengan kepentingan duniawi.
Dan salah satu dari dua pengertian firman
(Wa huwalladzii ja'alallaila wan-nahaara khilfatan liman araada an yadz-dzakkar).
Artinya: "Dan Dia yang
menjadikan malam dan siang silih-berganti, untuk (pengajaran) bagi siapa
yang memperhatikan" - S. Al-Furqan, ayat 62. Artinya: yang satu
menggantikan yang lain tentang kelebihan. Dan pengertian yang kedua:
bahwa yang satu menggantikan yang lain, sehingga diperoleh pada yang
satu, apa yang telah hilang pada yang lain. Wirid Keempat: diantara
zawal sampai kepada selesai dari shalat Dhuhur dan sunat rawatibnya
(shalat sunat Dhuhur). Dan ini adalah wirid siang yang terpendek dan
yang terutama.
Kalau sudah berwudlu' sebelum
zawal dan telah datang kemasjid, maka manakala telah gelincirlah
matahari dan muadz-dzin telah memulai adzan, maka hendaklah bersabar
sampai kepada selesai menjawab adzannya. Kemudian, bangunlah
menghidupkan waktu dengan shalat diantara adzan dan iqamat.Itu adalah
waktu mendhuhurkan (waqtu'Iidh-har), yang dimaksudkan oleh Allah Ta'ala
dengan firmanNya:
(Wa hiina tudh-hiruun) — S. Ar-Rum, ayat 18. Artinya: "Dan diwaktu kamu berdhuhur".
Dan hendaklah bershalat pada
waktu ini empat raka'at dengan satu salam, yang tidak dipisahkan
diantara keempat raka'at itu. Dan shalat ini sendiri, diantara
shalat-shalat siang yang lain, dinukilkan oleh sebahagian ulama, bahwa
Nabi صلى الله عليه وسلم mengerjakannya dengan satu salam. Tetapi riwayat tersebut dikecam orang. Dan menurut mazhab Asy-Syafi'i r.a. bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم mengerjakan
shalat tadi dua-dua raka'at, seperti sunat-sunat yang lain. Dan
diceraikan dengan satu salam. Dan itulah yang dishahkan oleh
hadits-hadits.
Hendaklah diperpanjangkan
raka'at-raka'at ini karena segala pintu langit dibuka pada waktunya,
sebagaimana telah kami bentangkan hadits mengenainya pada Bab Shalat
Sunat dahulu. Dan hendaklah dibacakan padanya surat Al-BaqaTah atau
surat dari ratusan ayatnya atau empat dari surat yang dibacakan selalu
berulang-ulang (al-matsani).
Itulah sa'at-sa'at yang dimakbulkan do'a dan yang paling disukai oleh Rasulu'llahصلى الله عليه وسلم untuk
diangkatkan amalan padanya. Kemudian, dikerjakan shalat Dhuhur dengan
berjama'ah, sesudah dikerjakan empat raka'at yang pendek, yang tidak
wajar ditinggalkan. Kemudian sesudah Dhuhur, hendaklah dikerjakan shalat
dua raka'at, kemudian empat raka'at. Dan Ibnu Mas-ud memandang makruh
diikutkan shalat fardlu dengan yang menyamainya, tanpa ada yang
memisahkan. Dan sunat dibacakan pada shalat sunat ini ayat
Al-Kursiyyi,penghabisan surat Al-Baqarah dan ayat-ayat yang telah kami
bentangkan pada wirid pertama dahulu. Supaya adalah yang demikian,
menghimpunkan diantara do'a, dzikir, bacaan, shalat, tahmid dan tasbih
bersama kemuliaan waktu. Wirid Kelima: yaitu sesudah yang tadi sampai
kepada 'Ashar. Dan disunatkan pada waktu wirid ini i'tikaf (duduk
beribadah dengan niat i'tikaf) dalam masjid, berdzikir dan bershalat
atau berbagai amalan kebajikan. Dan dalam menunggu shalat itu, adalah
dengan beri'tikaf. Maka sebahagian daripada amalan utama, ialah menunggu
shalat sesudah shalat. Dan adalah yang demikian itu, sunnah (jalan yang
ditempuh) oleh ulama-ulama terdahulu.Adalah orang yang masuk itu,
memasuki masjid antara Dhuhur dan 'Ashar, lalu mendengar dengungan suara
pembacaan dari orang-orang yang bershalat, seperti dengungan bunyi
Iebah. Kalau rumahnya telah diserahkan untuk Agama dan disepakatkan
untuk kepentingan Agama, maka rumah itu adalah lebih utama terhadap
dirinya. Maka menghidupkan wirid tadi, dimana wirid itu juga pada waktu
manusia dalam kelalaian, adalah seperti menghidupkan wirid ketiga
tentang kelebihannya. Pada waktu ini, dimakruhkan tidur bagi orang yang
telah tidur sebelum zawal, karena dimakruhkan dua kali tidur pada satu
siang hari. Berkata sebahagian ulama: "Tiga perkara dikutuk oleh Allah”,
ketawa tanpa ada yang ganjil, makan tanpa lapar dan tidur siang tanpa
berjaga pada malam hari".
Pembatasan tidur: bahwa
malam dan siang itu, adalah duapuluh empat jam. Maka tidur yang
sederhana, ialah delapan jam pada malam dan siang seluruhnya. Kalau
telah tidur selama delapan jam ini pada malam hari. maka tidak adalah
artinya lagi uatuk tidur pada siang hari. Dan kalau kurang dari itu,
maka disempurnakan sekedar yang kurang, dengan tidur pada siang hari….
Hendaklah manusia itu
menghitung, kalau ia hidup enampuluh tahun, maka telah berkurang
daripada umurnya duapuluh tahun. Dan manakala ia tidur delapan jam,
yaitn sepertiga, maka telah berkurang daripada umurnya sepertiga Tetapi
tatkala tidur itu adalah makanan bagi nyawa, sebagaimana makanan biasa
adalah makanan bagi tubuh dan sebagaimana ilmu dan dzikir adalah makanan
bagi jiwa, maka tidaklah mungkin manusia itu meninggalkan tidur dari
jumlah yang sederhana tadi. Kadar seder-hana ini dan berkurang
daripadanya, mungkin membawa kepada kegoncangan badan (tidak seimbang).
Kecuali orang yang membiasakan tidak tidur malam sedikit demi sedikit.
Kadang-kadang ia melatih dirinya atas yang demikian, tanpa
menggoncangkan.
Wirid Kelima ini. adalah
wirid yang paling panjang dan paling menyedapkan bagi hamba Allah. Yaitu
salah satu dari petang, yang disebutkan oleh Allah dengan firmanNya:
وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلالُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ
(Wa lillaah! yasiudu mar. tissamaawaati wal-ardli thau'an wa kai-han wa dhilaaluhum bil-ghuduwy wal aashaal).Artinya: "Dan
apa yang ada dilangit dan dibumi, semuanya tunduk kepada Allah, mau
atau tidak mau, demikian juga bayang-bayang mereka diwaktu pagi dan
petang" - S. Ar-Ra'd. ayat 15. Apabila telah bersujud kepada Allah "Azza wa Jalla segala benda beku (al-jamadatالجمادات ), maka bagaimanakah boleh dilcngahkan oleh hamba yang berakal, daripada segala macam ibadah itu
Wirid Keenam:
apabila telah masuk waktu 'Ashar, niscaya masuklah waktu wirid keenam.
Yaitu: yang disumpahi oleh Allah Ta'ala, dengan firmanNya;وَالْعَصْرِ " Walashri ". Demi waktu Ashar- S. Al-'Ashr, ayat 1. Inilah adalah salah satu daripada dua pengertian ayat, yaitu: yang dimaksudkan dengan petang (بالآصال al-aashaal) pada salah satu dari dua penafsiran. Yaitu: kata-kata al-asyiyyi العشي (sore) yang tersebut pada firmanNyaوعشيا "wa 'asyi-yyan". (1).
Dan pada firmanNya: بالعشي والإشراق "bi'l-asyiyyi
wa'l-isyraq". (2).. Dan tak adslah pada wirid ini shalat, selain dari
empat raka'at, antara adzan dan iqamat, sebagaimana yang telah lalu pada
Dhuhur. Kemudian, mengerjakan shalat fardlu dan mengerjakan empat macam
yang tersebut pada wirid pertama dahulu sampai kepada meninggi mata-
1.Tersebut pada S. Ar-Rum. ayat 18.
2.Ayat tersebut pada S. Shad, ayat 18, yang artinya: diwaktu petang dan pagi.
|
hari kepuncak pagar tembok
dan warnanya menguning. Yang afdlal (lebih utama) pada wirid ini, karena
dilarang shalat, ialah membaca Al-Qur'an dengan pengertian dan
pemahaman yang mendalam Karena yang dimikian itu mengumpulkan antara
dzikir, do'a dan fikir. Maka masuklah kedalam bahagian ini kebanyakan
maksud dari bahagian yang tiga itu.
Wirid Ketujuh: apabila telah
menguning cahaya matahari dengan mendekatnya kebumi, dimana cahaya
ditutup oleh debu dan kabut yang ada dipermukaan bumi dan menampaklah
kuning warna cahayanya, maka tna-sukjah waktu wirid ini. Yaitu seperti
wirid yang pertama dahulu dari terbit fajar sampai kepada terbit
matahari. Karena disini sebelum terbenam, sebagaimana disana sebeJum
terbit. Dan inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah Ta'ala:
(Fa subhaana llaahi hiina tumsuuna wahiina tush-bihuun).
Artinya: "Bertasbihlah (muliakanlah) Allah, ketika kamu dipetang hari dan ketika kamu dipagi hari!" - S. Ar-Rum, ayat 17. Dan inilah segi kedua yang dimaksudkan dengan firman Allah Ta'ala:
(Fa sabbih wa athraa'fannahaar ).Artinya: "Maka bertasbihlah kepada Allah beberapa jam pada bahagian-bahagian siang, supaya engkau merasa senang!". -
S. Thaha, ayat 130. Berkata A'-Hasan: "Adalah mereka sangat
mengagungkan petang daripada permulaan siang'. Berkata sebahagian salaf:
"Adalah mereka menjadikan permulaan siang untuk dunia dan penghabisan
siang untuk akhirat".
Maka disunatkan pada waktu
ini bertasbih dan beristighfar khususnya dan yang lain-lain dari apa
yang telah kami sebutkan pada wirid yang pertama dahulu. Umpamanya,
membaca:
أستغفر الله الذي لا إله إلا هو الحي القيوم وأسأله التوبة
(Astaghfiru'l-laaha'lladzii-laa ilaaha i'llaa hua'l-ha'yyuul-qa'yyuum wa as-aluhu'ttaubah).
Artinya: "Aku memohonkan
ampun pada Allah yang tiada disembah, selain Dia, Yang Hidup, Yang
berdiri sendiri dan aku bermohon padaNya Taubat Dan Membaca
(Wa'staghfir lidzanbika wasa'bbih bihamdi ra'bbika bi'l-'asyi'yyi wal ibkaar".- S.AI-Mu'min, ayat 55.
Artinya: "Dan mohonkanlah ampun atas dosamu dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi!".
Membaca istighfar dengan asma' Allah (nama-nama Allah) yang tersebut dalam Al-Qur'an, adalah lebih disunatkan seperti membaca:استغفر
الله إنه كان غفارا أستغفر الله إنه كان توابا رب اغفر وارحم وأنت خير
الراحمين فاغفر لنا وارحمنا وأنت خير الراحمين فاغفر لنا وارحمنا وأنت خير
الغافرين "Astaghfi-ru'llaaha
i'nnahuu kaana gha'faaraa. Astaghfiru'Ilaaha i'nnahuu kaana
ta'wwaabaa-Ra'bbighfir wa'rham wa anta khairu'rraahimiin-Faghfir lanaa
wa'rhamnaa wa anta khairu'rraahimiiri-Faghfir lanaa wa'rhamnaa wa anta
khairu'l-ghaafiirin". (1).
Disunatkan membaca sebelum terbenam matahari: surat والشمس وضحاها "Wa'sy-syamsi wa dluhaa-haa", surat والليل إذا يغشى "Wa'Ilaili idzaa yaghsyaa", surat قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ"Qul a'uudzu bi ra'bbi'lfelaq" dan قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ "Qul a'uudzu bi ra'bbinnaas". Dan hendaklah matahari itu terbenam, dimana dia sedang membaca istighfar.
Apabila mendengar adzan, lalu berdo'a: Wahai Allah Tuhanku! Inilah menghadapi malamMu, membelakangi siangMu dan suara-suara do'a kepadaMu", sebagaimana telah diterangkan dahulu. Kemudian ia menjawab adzan dari muadz-dzin dan bersiap-siap dengan shalat Maghrib.
Dan dengan terbenamnya
matahari, maka selesailah segala wirid siang. Maka seyogialah seorang
hamba memperhatikan akan hal-ikhwal-nya dan mengadakan perhitungan
(mengadakan hisab) akan dirinya. Sesungguhnya telah berlalu dari
perjalanannya suatu jarak perjalanan. Kalau bersamaan-lah harinya itu
dengan kemarennya, maka adalah ia merugi. Dan kalaulah lebih buruk dari
kemaren, maka adalah ia terkutuk. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم 'Tiadalah diberikan kepadaku keberkatan pada hari, dimana aku tidak bertambah kebajikan padanya". (2).
Kalau ia melihat dirinya
sempurna diatas kebajikan pada seluruh siang ha-rinya, dengan merasa
senang, tanpa kesulitan, niscaya dirinya itu adalah menggembirakan
1.Gha'ffara, artinya: Maha
pengampun, Ta'wwaba, artinya: Maha penerima tobat dan lain-lain,
sebagainya, adalah asma' Allah yang mahasuci (Pent).
2.Sudah diterangkan dahulu hadits ini pada "Bab Ilmu".
|
Maka hendaklah ia bersyukur
kepada Allah Ta'ala, diatas faufiq dan petunjuk Allah kepadanya bagi
jalanNya. Dan kalau sebaliknya, maka hendaklah malam itu menggantikan
siang. Hendaklah ia ber'azam untuk memperoleh apa yang telah lalu dari
keteledorannya. Karena kebajikan itu menghilangkan kejahatan. Dan
hendaklah ia bersyukur kepada Allah diatas kesehatan badannya. Dan yang
tinggal dari sisa umurnya sepanjang malamnya itu, hendaklah dipergunakan
untuk memperoleh apa yang telah hilang dengan sebab keteledorannya. Dan
hendaklah ia menghadirkan kedalam jiwanya, bahwa siang keumuran itu
mempunyai penghabisan, dimana terbenamlah matahari kehidupan padanya.
Maka tak adalah matahari kehidupan itu terbit lagi sesudahnya. Dan pada
ketika itu tertutuplah pintu untuk memperoleh kembali yang telah hilang
dan meminta kema'afan.
Tidaklah umur itu selain dari
beberapa hari saja yang dapat dihitung, yang pasti berlalu
keseluruhannya dengan berlalu satu-persatunya.
PENJELASAN: Wirid-wirid malam. Yaitu: lima.
Pertama: apabila telah
terbenam matahari, lalu mengerjakan shalat Maghrib dan bekerja dengan
menghidupkan diantara Maghrib dan 'Isya'. Dan penghabisan wirid ini
ialah ketika terbenam syafaq, yaitu megamerah, dimana dengan hilangnya
itu, masuklah waktu shalat 'isya' (Shalat al-'atamah).
Sesungguhnya Allah Ta'ala telah bersumpah dengan syafaq. Ia berfirman:
(Falaa uqsimu bi'sy-syafaq". - S. Al-Insyiqaaq, ayat 16. Artinya: "Aku bersumpah dengan syafaq (mega merah disenjakala"). Dan
shalat pada waktu syafaq itu, adalah shalat dimalam hari. Karena syafaq
itu adalah kejadian pertama bagi sa'at-sa'at malam. Dan adalah salah
satu dari waktu-waktu yang tersebut pada firman Allah Ta'ala:
وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ
(Wa min anaa-i'l-laili
fasa'bbih) - S. Thaha, ayat 130 Artinya: "Maka bertasbihlah pada
beberapa jam dari malam hari!" -Yaitu: shalat orang-orang yang bertobat
(shalat al-awwabin). Dan itulah yang dimaksud dengan firman Allah Ta'alaتَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا "Tatajaafaa junuubuhum 'a-ni'l-madlaaji" - S. As-Sajadah, ayat 16.Artinya: "Mereka meninggalkan tempat tidurnya".
Diriwayatkan yang demikian daripada Al-Hasan dan disandarkan (di-isnadkan) oleh Ibnu Abi Ziyad kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم "Bahwa ditanyakan Nabiصلى الله عليه وسلم tentang ayat tadi, lalu Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab: yaitu: shalat antara Maghrib dan Isya". Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلمmenyambung:
"Kamu harus mengerjakan shalat diantara Maghrib dan 'Isya karena
sesungguhnya shalat itu menghilangkan segala yang sia-sia disiang hari
dan membersihkan penghabisan dari hari itu". Kata-kata: segala yang
sia-sia, dalam bahasa Arabnya, tersebut pada hadits tadi, dengan
kata-kata al-mulaaghaat. adalah kata-kata jama' dari kata-kata mulghah,
berasal dari kata-kata al-laghwi, artinya: yang sia-sia atau batil.
Ditanyakan Anas r.a. tentang orang yang tidur antara Maghrib dan 'Isya',
lalu ia menjawab: " Jangan engkau lakukan, karena waktu itu adalah
sa'at yang dimaksudkan dengan Firman Allah Ta'ala: تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ'Tatajaafaa
junuubuhum 'ani'l-madlaaji" — S. As-Sajadah, ayat 16 yang telah
tersebut diatas tadi. Dan akan datang penjelasan keutamaan menghidupkan
dengan amalan, diantara Maghrib dan 'Isya' nanti pada Bab Kedua.
Susunan wirid ini, ialah:
mengerjakan shalat pertama-tama sesudah magrib dua raka'at dengan
membaca pada keduanya: Qul-yaa a'yyu-ha'l-kaa-firuun dan Qul hua'llaahu
ahad. Dan kedua raka'at tadi dilaksanakan dibelakang Maghrib benar,
tanpa diselangi dengan percakapan dan perbuatan apapun. Kemudian,
dikerjakan shalat empat raka'at dengan memanjangkannya. Kemudian,
dikerjakan shalat tagi sampai terbenam syafaq, sekedar yang mudah
baginya.
Kalau masjid itu berdekatan
dengan rumahnya, maka tiada mengapa dikerjakan shalat tadi dirumah,
kalau tak ada azamnya ber-:it'tkaf dimasjid. Dan kalau "ber'azam kepada
ber-i'tikaf dimasjid untuk menunggu shalat Isya', maka itu adalah lebih
utama, apabila ia merasa terpelihara daripada berbuat-buat
(at-tasha'nnu) dan ria.
"Wirid Kedua: masuk dengan
masuknya waktu 'Isya', sampai kepada batas waktu orang tidur. Yaitu
permulaan bersangatan gelap. Allah Ta'ala bersumpah dengan itu.
firmanNya:
(Wa'llaili wa maa wasaq) - S. Al-Insyiqaq, ayat 17.Artinya: "Demi maiam dan apa yang dikumpulkan dari kegelapannya".
Dan berfirman Allah Ta'ala:
(ilaa ghasaqi'l-lail" - S. Al-Isra', ayat 78 (1). Artinya: "Sampai gelap malam".
Maka disitu menggelaplah malam dan berkumpullah dengan bersangatan gelap.
Susunan wirid ini, dengan memelihara tiga perkara:
Pertama: mengerjakan
shalat, selain daripada fardlu Isya', sepuluh raka'at: empat raka'at
sebelum fardlu 'Isya', karena menghidupkan diantara adzan dan iqamat
dengan mengerjakan shalat, enam raka'at sesudah fardlu 'Isya': dua
raka'at, kemudian empat raka'at. Dan membaca padanya dari Al-Qur'an,
ayat-ayat tertentu, seperti penghabisan surat Al-Ba-qarah, ayat
Al-Kursiyyi, permulaan surat AI-Hadid, penghabisan surat Al-Hasyr dan
lainnya.
Kedua: mengerjakan
shaiat tigabelas raka'at, dimana akhirnya adalah witir. Karena
sesungguhnya kebanyakan dari apa yang diriwayatkan, ialah Nabi صلى الله عليه وسلم mengerjakan
shalat dengan cara itu pada malam hari. Orang-orang cerdik mengambil
waktunya dari awal malam dan orang-orang kuat dari akhir malam. Dan yang
lebih teliti, ialah mendahulukan, karena kadang-kadang tiada tcrbangun
atau berat untuk bangun. Kecuali apabila yang demikian itu, telah
menjadi kebiasaan baginya. Maka dalam hal ini, akhir malam adalah lebih
utama. Kemudian, hendaklah dibaca pada shalat ini, kira-kira tigaratus
ayat dari surat-surat tertentu, dimana Nabiصلى الله عليه وسلم banyak membacanya, seperti: sural Yasin. As-Sajadah, surat Ad-Dukhan, Tabaraka'imulk, Az-Zumar dan Al-Waaqi'ah.
Kalau tidak mengerjakan
shalat, maka janganlah meninggalkan membaca surat-surat tadi atau
sebahagian dari padanya sebelum tidur. Sesungguh-hya diriwayatkan dalam
tiga hadits, akan apa yang dibacakan oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم saban
malam. Yang lebih terkenal daripadanya, ialah surat As-Sajadah,
Tabaaraka'l-mulk, Az-Zumar dan Al-Waaqi'ah. Dan pada suatu riwayat,
surat Az-Zumar dan Bani-Israil (Surat Al-Isra'). Dan pada ' riwayat
lain, adalah Nabi صلى الله عليه وسلم membaca surat-surat yang dimulai dengan ucapan tasbih (2) pada tiap-tiap malam.
Dan Nabi صلى الله عليه وسلم mengatakan, bahwa satu ayat pada surat-surat itu, adalah lebih utama daripada seribu ayat yang lain.
Adalah para ulama menjadikan
surat-surat tersebut itu enam, lalu ditambahkan mereka: "Sa'bbihi'sma
ra'bbika'l-a'laa", karena tersebut pada hadits: "Bahwa Nabiصلى الله عليه وسلم amat menyukai "Sa'bbihi'sma ra'bbi-ka'l-a'laa". (3).
1.Permulaan ayat tersebut,
berbunyi: "Aqimi'sh-shalaata lidulu-ki-sy-syamsi ilaa qhasaqi lail".
Artinya: Tetapkanlah mengerjakan shalat ketika matahari condong sampai
gelap . malam". — (Pent.).
2.Seperti: Yusabbihu, Sabbih dan sebagainya (Peny.).
3.Dirawikan Ahmad dan Al-Bazzar dari Ali, sanad dia-if
|
Dan ia membaca pada tiga raka'at witir. tiga surat: سبح اسم ربك الأعلى Sa'bbi-hi'sma ra'bbika'l-a'laa. قل يا أيها الكافرون Qul yaa'yyuha'l-kafiruun dan surat Alkhlash إخلاص(Qul-hua'llaahu ahad). Apabila telah selesai dari Witir, lalu beliau baca: سبحان الملك القدوس "Subhaana'l-mali-ki'I-qudduus" tiga kali.
Ketiga: witir
Dan-hendaklah berwitir sebelum tidur, kalau tidak ada kebi-asaannya
bangun malam. Berkata Abu Hurairah r.a.: "Diwasiatkan kepadaku oleh
Rasulu'llahصلى الله عليه وسلم., bahwa aku tidak tidur, kecuali sesudah witir".
Kalau sudah membiasakan shalat malam, maka mengemudiankan witir itu. adalah lebih utama. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم.:
صلاة الليل مثنى مثنى فإذا خفت الصبح فأوتر بركعة
(Shalaatul-laili matsnaa-matsnaa fa idzaa khiftash-shubha fa-autir bi-rak'ah).
Artinya: "Shalat malam itu
dua - dua raka'at. Apabila engkau takut akan datang waktu Shubuh, maka
berwitirlah dengan seraka'at saja!" (1). Berkata 'Aisyah r.a.:
"Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. mengerjakan
witir pada awal malam. pada pertengahannya dan pada akhirnya. Dan
habislah witirnya, sampai kepada waktu sahur". (2).
Berkata Ali r.a.: "Witir itu
adalah atas tiga jurusan. Kalau mau. engkau dapat berwitir pada awal
malam. kemudian engkau mengerjakan shalat dua raka'at - dua raka'at.
Ya'ni: dia itu menjadi witir dengan yang telah lalu dikerjakan. Kalau
mau, engkau dapat berwitir dengan seraka'at. Apabila engkau bangun
nanti. engkau genapkan kepadanya dengan raka'at yang
lain. Kemudian engkau berwitir pada akhir malam. Dan kalau mau^ngkau
kemudiankan witir, supaya adalah ia akhir shalatmu!" Inilah yang
diriwayatkan dari Ali r.a.
Cara yang pertama dan yang
ketiga. tidak apa-apa, dapat dikerjakan. Adapun membatalkan witir itu
telah shah dilarang. Maka tiada seyogialah dibatalkan. Dan diriwayatkan
secara mutlak. bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم. bersabda: "Tak ada dua witir pada suatu malam". Dan bagi orang yang ragu tentang terbangunnya
nanti. dapat ia berbuat yang lebih menyenangkan, yang dipandang baik
oleh sebahagian ulama. Yaitu, ia mengerjakan shalat dua rakaat sesudah
witir. dengan duduk pada tikarnya ketika tidur. Adalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. berpindah
kepada tikarnya dan mengerjakan shalat dua raka'at dan membaca pada
kedua raka'at itu: "Idzaa zulzilat dan Al-haa-kurmfttakaatsur". Karena
pada dua surat ini mengandung peringatan dan. janji balasan atas
perbuatan yang berdosa (at-tahzir dan al-wa'id). Dan pada satu riwayat,
Nabi صلى الله عليه وسلم. membaca: قل يا أيها الكافرون"Qul yaa a'yyuha'l-kaafiruun".
1. Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Umar.
2. Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Arsyah r.a.
|
Karena pada surat ini
mengandung maksud melepaskan diri dari orang-orang kafir (at-tabri-ah)
dan menunggalkan ibadah semata-mata kepada Allah Ta'ala. Maka dikatakan:
kalau ia terbangun, maka yang dua raka'at tadi, berkedudukan pada
kedudukan seraka'at. Dan ia dapat berwitir dengan seraka'at lagi pada
akhir shalat malam. Dan se-akan-akan shalat yang lalu telah menjadi
genap dengan dua raka'at itu, lalu baguslah mengulangi kembali shalat
witir.
Cara ini dipandang baik oleh
Abu Thalib Al-Makki dan ia mengatakan: "Pada cara ini terdapat tiga
amalan: pendek angan-angan, berhasil witir dan witir itu pada akhir
malam". Dan itu adalah seperti yang telah dise-butkannya,
Tetapi kadang-kadang terguris
dihati, bahwa kalaulah kedua raka'at itu, menggenapkan apa yang telah
lalu, niscaya adalah seperti yang demikian. Dan kalau ia tidak terbangun
dan telah dibatalkannya witirnya yang pertama, maka keadaannya adalah
menggenapkan, kalau ia terbangun dan tiada menggenapkan, kalau ia
tertidur.
Maka dalam hal ini, ada pandangan. Kecuali, bahwa shah dari Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم peng-witir-annya sebelum kedua raka'at itu dan pengulanganya akan witir.
Maka dipahamkan dari padanya,
bahwa dua raka'at itu genap menurut bentuknya dan ganjil menurut
artinya (maksudnya). Maka disunatkan ganjil raka'atnya (witir), jika ia
tidak terbangun dan genap, jika ia terbangun.
Kemudian, disunatkan sesudah memberi saiam dari witir, membaca:
سبحان الملك القدوس رب الملائكة والروح
(Subhaana'l-maliki'l-qu'dduus,
ra'bbil-malaaikati wa'rruuh, jallalta's-' samaawaati wal-ardla
bi'I-'adhamati wa'l-jabaruut.wa ta'azzazta bil-qud-ra-ti wa
qa*hharta'l-'ibaada bi'l-maut).Artinya: "Mahasuci Raja-diraja, Yang
Mahaqudus, Tuhan malaikat dan ruh. Engkau besarkan bumi dan langit
dengan keagungan dan keperkasaan. Engkau Yang Mahamulia dengan qudrah
dan Engkau pak-sakan segala hamba dengan kematian".
Diriwayatkan: "Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم sewaktu akan wafat adalah kebanyakan shalatnya duduk, selain dari shalat fardlu" (1). Dan Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
"Bagi orang yang shalat duduk, separuh pahala shalat orang yang berdiri
dan bagi orang yang shalat berbaring, separuh pahala shalat orang yang
duduk" (2).
1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah r.a.
2.Dirawikan Al-Bukhari dari Imran bin Hushain.
|
Dan itu menunjukan, atas shah
nya shalat sunat dengar berbaring. Wirid ketiga: tidur. Dan tiada
mengapa dihitung tidur itu termasuk dalam wirid. Karena apabila dijaga
segala adabnya. niscaya terhitung ia sebagai ibadah. Ada yang mengatakan
"Bahwa hamba apabila tidur dengan (berwudlu") dan mengingati
(berdzikir) akan Allah Ta’ala ia dituliskan sebagai orang yang bershalat
sampai ia bangun dan masuklah malaikat kedalam. baju panasnya. Kaiau
bergerak dalam tidurnya lalu berdzikir kepada Allah Ta'ala, niscaya
malaikat berdo'a baginya dan meminta ampun kepada Allah dosanya" (1).
Dan pada suatu hadits
tersebut: "Apabila tidur seseorang dengan bersuci (berwudlu'), nescaya
diangkatkan ruh nya ke 'Arasy". Ini, mengenai orang awam, maka betapa
lagi dengan orang orang tertentu (al-khawwash,) para ulama dan
orang-orang yang berhati bersih? Maka mereka itu diberi kasyif. terbuka
segala sirr (rahasia) dalam tidurnya. Karena itulah. bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
نوم العالم عبادة ونفسه تسبيح
(Naumr.'-'aalimi ibaadah wan nafsuhu tasbiih)Artinya: 'Tidur orang yang berilmu itu ibadah dan nafasnya itu tasbih" (2)
Bertanya Mu'az kepada Abi Musa: "Bagaimana anda berbuat tentang bangun malam?"
Menjawab Abi Musa: " Aku bangun malam seluruhnya, tiada aku tidur sedikitpun pada malam. Aku junjung Al-Quran pada malam dengan sebenar-benarnya".
Berkata Mu'az: "Tetapi
aku. aku tidur, kemudian aku bangun dan aku menghitung amalanku dalam
tidur, sebagaimana aku menghitung amalanku dalam bangun".
Hal ini, diceriterakan oleh keduanya (Mu'az dan Abi Musa) kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم maka Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab: "Mu'az lebih berpaham daripadamu!"
Adab tidur itu sepuluh:
Pertama: bersuci dan bersugi. Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Apabila
hamba itu tidur dengan bersuci, niscaya dinaikkan ruhnya ke Arasy, maka
adalah mimpinya itu benar. Dan kalau ia tidur dengan tidak bersuci,
niscaya pendeklah ruhnya daripada sampai. Maka segala mimpinya, adalah mimpi-mimpi yang bercampur baur, yang tidak benar" (3).
Dan yang dimaksudkan dengan
suci itu, ialah suci dhahir dan batin kesemuaanya. Dan suci batin itu
membekas dalam mengkasyafkan segala hijab
1.Dirawikan Ibnu Hibban dari Ibnu Umar
2.Dirawikan Abu Na'im dari Abu Mas'ud, hadis marfu".
3.Dirawikan Ath-Thabrani dari Ali.
|
Kedua: menyediakan
pada sisi kepalanya sugi dan air yang suci menyucikan dan berniat
bangun beribadah ketika terbangun. Dan tiap kali ia terbangun, terus
bersugi Begitulah dikerjakan oleh sebahagian salaf. Diriwayatkan dari
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم "Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersugi pada tiap-tiap malam beberapa kali, ketika tiap-tiap tidur dan ketika terbangun daripadanya".
Dan kalau tidak mudah baginya
bersuci (berwudlu*), niscaya disunatkan menyapu anggota badannya dengan
air. Kalau tidak ada air, maka hendaklah duduk dan menghadap qiblat dan
berdzikir, mendo'a dan beitafakkur tentang segala ni'mat Allah Ta'ala
dan qudrahNya. Dan itu, sama halnya dengan bangun malam beribadah.
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Barangsiapa
mendatangi termpat tidurnya dan berniat bangun untuk mengerjakan shalat
dimalam hari, lalu tidak terbangun sampai Shubuh, niscaya dituliskan
baginya apa yang diniatkannya. Dan tidurnya itu adalah sedekah kepadanya
daripada Allah Ta'ala". (1).
Ketiga: bahwa
tidaklah bermalam (tidur) orang yang mempunyai wasiat, sebelum
wasiatnya itu tertulis, terletak disisi kepalanya. Karena ia tidak aman,
jiwanya diambil dalam tidur. Sesungguhnya orang yang mati, tanpa
meninggalkan wasiat, niscaya tidak diizinkan berkata-kata dialam
barzakh, sampai kepada hari kiamat, la dikunjungi oleh orang-orang yang
mati dan bercakap-cakap, sedang ia tidak dapat berkata-kata.
Berkata sebahagian dari
orang-orang yang mati itu sesamanya: "Orang yang patut dikasihani ini.
meninggal tanpa berwasiat". Dari itu, disunatkan meninggalkan wasiat,
karena dikuatiri mati dengan tiba-tiba. Dan mati dertgan tiba-tiba itu.
adalah meringankan, kecuali bagi orang yang tidak mempunyai persediaan
untuk mati, dengan berat punggungnya memikul perbuatan-perbuatan zalim.
Keempat: bahwa
ia tidur dengan bertobat dari segala dosa, baik hati untuk sekalian
orang muslimin, tidak membawa dirinya menganiaya seseorang dan tidak
berazam kepada perbuatan ma'siat, bila ia telah jangun nanti. Bersabda
Nabi صلى الله عليه وسلم "Barangsiapa
kembali kepada tikarnya, tanpa berniat menganiaya dan berdengki hati
kepada seseorang, niscaya ia diampunkan dari apa yang telah
dikerjakannya". (2).
Kelima: bahwa
tidak bermewah-mewahan dengan persediaan tikar yang empuk. Tetapi
ditinggalkan yang demikian atau disederhanakan saja. Adalah sebahagian
salaf memandang makruh mengadakan persediaan untuk tidur dan memandang
yang demikian itu memberatkan diri sendiri (takalluf). Golongan Tasawwuf
(kaum Shufi) tidak mengadakan batas antara mereka dan tanah. Mereka
mengatakan: "Dari tanah kita dijadikan dan kepada tanah kita
dikembalikan (minhaa khuliqnaa wa ilaihaanura'ddu)".
1. Dirawikan An-Nasa-i dan
Ibnu Majah dari Abid-Darda, dengan sanad shahih. 2. Dirawikan Ibnu
Abid-dun-ya dari Anas, sanadnya dla'if.
|
Mereka memandang yang demikian, menghaluskan jiwa dan lebih layak untuk merendahkan diri.Orang yang tidak membolehkan dirinya dengan yang demikian, maka hendaklah menyederhanakan saja.
Keenam: tidak
tidur sebelum tidur itu meminta benar. Dan tidak memberatkan dirinya
oleh tarikan tidur, kecuali apabila bermaksud dengan tidur itu, untuk
memudahkan bangun pada akhir malam.
Adalah tidur mereka (kaum
Shufi) itu, bila terpaksa, makannya sekedar perlu dan perkataannya yang
penting-penting saja. Karena itulah, disifatkan, bahwa mereka sedikit
saja tidur pada malam hari. Dan kalau didesak benar oleh tidur, dari
melakukan shalat dan dzikir dan tidak tahu lagi, apa yang dikatakannya,
maka hendaklah tidur, sampai dapat dipahaminya lagi, akan apa yang
diucapkannya.
Adalah Ibnu Abbas r.a. benci benar akan orang tidur sedang duduk. Dalam hadits tersebut: "Jangan kamu menanggung penderitaan pada malam!"
Diceriterakan kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم "Bahwa
si Anu (seorang wanita) mengerjakan shalat pada malam hari. Maka
apabila ia tertidur benar lalu bergantung dengan tali. Maka dilarang
oleh Nabi صلى الله عليه وسلم daripada yang demikian itu, seraya bersabda: "Hendaklah
mengerjakan shalat seorang kamu pada malam, sekedar yang mudah saja.
Apabila didesak oleh tidur, maka hendaklah tidur!" (1).
Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Pikullah pekerjaan sekedar kamu sanggup. Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak bosan sampai kamu bosan". (2). Bersabda Nabiصلى الله عليه وسلم "Yang baik dari Agama ini, ialah yang termudah daripadanya". Diceriterakan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم "Bahwa
si Anu mengerjakan shalat, lalu ia tidak tidur-tidur dan mengerjakan
puasa, lalu tidak pernah berbuka (tidak pernah meninggalkan puasa
seharipun)". Lalu Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
"Tetapi aku mengerjakan shalat dan tidur, mengerjakan puasa dan
berbuka. Inilah sunnahku! Barangsiapa benci kepada sunnahku, maka dia
tidaklah daripada golonganku" (3). Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم : "Jangan
kamu lawan agama ini, karena dia adalah kokoh. Barangsiapa melawannya,
niscaya akan dikalahkannya. Janganlah engkau marah kepada dirimu, karena
beribadah kepada Allah!" (4). Ketujuh: tidur dengan menghadab qiblat. Dan menghadap qiblat itu dua macam:
1. Seperti menghadap qiblat
yang dilakukan oleh orang sakit keras, yaitu: . tidur menelentang atas
kuduknya. Maka yang menghadap qiblat disini,ialah mukanya dan kedua
pelipisnya kearah qiblat.
1. Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Anas.
2. Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah r.a.
3. Dirawikan An-Nasa-i dari Abdullah bin 'Amr.
4 Dirawikan Al-Bukhari dari Abu Hurairah.
|
2. Sepertimenghadapqiblat
bagi liang kubur (liang lahad). Yaitu: tidur diatas rusuk, dimana
mukanya kearah qiblat, bersama-badannya menghadap keqiblat juga, apabila
tidur dengan rusuk bahagian kanan.
Kedelapan: mendo'a ketika tidur, dengan membaca: "Bi'smika Rabbii,wadla'tu janbii, wa bi'smika arfa'uhu........sampai kepada penghabisan
do'a-do'a yang dinukilkan, yang telah kami bentangkan dahulu pada Kitab Do'a.
Disunatkan membaca ayat-ayat
tertentu, seperti Ayat Al-Kursiyyi. penghabisan surat Al-Baqarah dan
lain-lainnya dan firman Allah Ta'ala: "Wa ilaahukum ilaahun waahid, laa
ilaaha i'llaahu — sampai kepada firmanNya: liqaumin ya'qiluun" - S.
Al-Baqarah, ayat 163 - 164 (1).
Ada yang mengatakan, bahwa barangsiapa membaca ayat tadi ketika tidur
niscaya dihafalkan oleh Allah kepadanya Al-Quran, Maka tidak akan
dilupakannya lagi.
Dan dibaca dari surat
Al-A'raf, akan ayat ini: "Inna ra'bbakumu'I-lahu'lladzii
khalaqa'ssamaawaati wa'1-ardla fi si'ttati ayyaam" (2). sampai kepada
firmanNya: "qariibun mina'l-muhsiniin" - S. Al- A'raf, ayat 54-55-56.
Dan akhir surat Bani Israil: "Quli'd'u'llaaha sampai penghabisan kedua
ayatnya" - Ayat 110-111 (3).
Maka sesungguhnya masuk
kedalam baju panasnya, malaikat yang diserahkan untuk menjaganya. Maka
malaikat itu meminta ampun baginya. Dan dibaca: "Qul
a'uudzu bira'bb'il-falaq" dan "Qul a'uudzu bira'b-bi'nnaas". Dan
menghembuskan dengan ayat-ayat itu pada kedua tangannya dan menyapu
dengan 'kedua tangannya itu akan muka dan seluruh badannya. Begitulah
diriwayatkan daripada perbuatan Rasulu'llah 4 صلى الله عليه وسلم
Dan hendaklah dibaca sepuluh
ayat dari awal surat Al-Kahf dan sepuluh ayat daripada akhirnya. Dan
ayat-ayat ini, adalah untuk terbangun menegakkan malam dengan amalan.
Adalah Ali r.a. berkata:
'Tiadalah aku melihat orang yaiJg sempurna akalnya, tidur sebelum
membaca dua ayat dari penghabisan surat Al-Baqarah".
Dan hendaklah dibaca duapuluh
lima kali: "Subhaana'llaah, wa'l-hamdu li'llah, wa laa ilaaha
i'lla'liaah .wa'llaahu akbar". supaya jumlah kalimat yang empat ini
menjadi seratus kali.
1.Arti ayat itu: "Dan Tuhanmu itu Esa, tiada Tuhan, selain Dia" pent.
2.Arti ayat itu: "Sesungguhnya Tuhan kamu telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari" Pent.
3.Arti ayat itu: "Katakan:
"Serulah Allah......sampai kepada kedua ayat itu, pada akhir surat
Bani-lsrai), yang dinamakan juga surat Al-Isra' "-Pent.
4.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah r.a.
|
اللَّهُ يَتَوَفَّى الأنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا
(Allaahu yatawaffal-anfusa hiina mautihaa wallatii lam tamut fii manaami-haa).
Artinya: "Allah yang
mengambil jiwa manusia itu ketika mati dan ketika tidurnya" S. Az-Zumar,
ayat 42. Dan berfirman Allah Ta'ala:
(Wa huwalladzii yatawaffaakum
bil-lail).Artinya: "Dan Dialah yang mematikan (mengambil nyawa) kamu
dimalam hari (waktu tidur') - S. Al-An'am, ayat 60.
Allah Ta'ala menamakan tidur
itu mati. Dan sebagaimana orang yang terbangun dari tidur, terbuka
kepadanya segala pemandangan, yang tiada sesuai keadaannya dengan yang
didalam tidur. Maka begitu pula orang yang dibangkitkan dari kubur, akan
melihat apa yang tidak terguris sekali-ka!i dihatinya dan tidak
dipersaksikan oleh pancainderanya. Dapatlah diumpamakan, bahwa tidur
diantara hidup dan mati itu. seperti alarn barzakh diantara dunia dan
akhirat.
Berkata Luqman kepada anaknya: "Wahai
anakku! Kalau engkau ragu pada mati. maka janganlah engkau tidur. Maka
sebagaimana engkau tidur, maka begitu pulalah engkau mati. Dan kalau
engkau ragu pada kebangkitan, maka janganiah engkau bangun. Maka
sebagaimana engkau bangun sesudah tidur. maka seperti itu, pulalah
engkau dibangkitkan sesudah mati".
Berkata Ka'b Ai-Ahbar: "Apabila
engkau tidur maka tidarlah dengan bahagian badanmu yang kanan (rusukmu
yang kanan) dan menghadaplah keqiblat dengan mukamu! Karena tidur itu
adakah mati". Berkata A'isyah r.a.': "Adalah penghabisan yang dibacakan
oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم ketika tidur, dimana ia meletakkan pipinya keatas tangan kanannya dan ia memandang, bahwa ia wafat pada maiamnya itu:
Kcsembilan:
bahwa mengingati ketika tidur, bahwa tidur itu adalah semacam mati dan
bangun itu adalah semacam kebangkitan. Berfirman Allah Ta'ala:
اللهم رب السموات السبع ورب العرش العظيم
(Allaa hu'mma
ra'bba'ssamaawaati'ssab'i wa ra'bbaT'arsyi'l-'adhiim. Ra'bbanaa wa
ra'bba ku'lli syai-in wa maiiikahu.......) sampai kepadaakhirnya,
sebagaimana telah kami sebutkan pada Kitab Do'a Maka berhaklah hamba
memeriksa tiga perkara ketika tidurnya atas dasar apa ia tidur, apakah
yang lebih banyak padanya: mencintai Allah Ta'ala dan mencintai
menjumpaiNya atau mencintai dunia.Dan Hendaklah ia menyakini, bahwa ia
akan meninggal dunia diatas apa yang lebih banyak padanya. Dan ia akan
dibangkitkan diatas apa ia meninggal. Sesungguhnya manusia itu bersama
orang yang dicintainya dan bersama apa yang dicintainya.
Kesepuluh: mendo'a ketika
terbangun, Maka hendaklah membaca pada waktu bangun dan berbalik-balik.
badannya tatkala terbangun, akan apa yang dibaca oleh Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم Yaitu:لا إله إلا الله الواحد القهار رب السموات والأرض وما بينهما العزيز الغفار
(Laa ilaaha i'lllallahul wahidul qoh harr ra'bhu'ssamaawaati wa'l-ardli wa maa bainahuma azizul ghofar).Artinya: "Tiada
yang disembah, selain Allah Yang Mahaesa, lagi Maha-perkasa, Yang
mempunyai langit dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya. Yang
Maha-mulia, lagi Mahapengampun" (1). Dan hendaklah berusaha benar, supaya penghabisan yang berlalu pada hatinya, ketika tidur, ialah dzikir (ingatan) kepada Allah Ta'ala. Dan yang pertama datang pada hatinya ketika terbangun, ialah
dzikir kepada Allah Ta'ala. Itu adalah tanda cinta kepada Allah. Dan
tidaklah terbiasa hati kepada dua "keadaan ini, kecuali apa yang
terbiasa padanya. Maka hendaklah melatih hati dengan yang demikian
Karena itu, adalah tanda cinta, yang terbuka dari lubuk hati.
Sesungguhnya disunatkan, segala ddkir tersebut, supaya dapat menarikkan hati kepada berzikir (mengingat) akan Allah Ta'ala.
Apabila bangun untuk mendirikan amalan pada malam, maka dibaca:
الحمد لله الذي أحيانا بعد ما أماتنا وإليه النشور
(Al-hamdu li'ilaahil-ladzii
ahyaanaa ba'da maa amaatanaa wa ilaihrn-nusyuur........) sampai kepada
penghabisan dari apa yang telah kami bentangkan dahulu, dan do'a-do'a
bangun dari tidur.
Wirid keempat: masuk
dengan lewatnya nsshfu pertama (setengah yang pertama) daripada malam,
sampai kepada tinggal seperenam dari malam. Dan ketika itu bangunlah
hamba uhtuk shalat tahajjud. Nama Tahajjud: tertentu dengan
sesudah hujud dan huju', yaitu tidur. Dan ini adalah tengah malam dan
serupa dengan wirid yang sesudah zawal tengah hari
1. Dirawikan Ibnussanni daripada Abu Na'im dari "Aisyah.
|
وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى
(Wa'l-laili idzaa sajaa) - S. Adl-Dluha, ayat 2.
Artinya: "Demi malam, apabila telah tenang (gelap)".
Dan tenangnya itu, adalah tenteramnya pada waktu tersebut. Tidak ada
mata, selain yang tidur, kecuali Yang maha hidup, Yang Maha berdiri,
yang tak ada padaNya kelupaan dan ketiduran.
Ada yang mengatakan: "idzaa
sajaa", artinya ialah: apabila malam itu telah memanjang dan telah
panjang. Dan ada yang mengatakan: apabila malam itu telah gelap.
Ditanyakan kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم "Malam manakah yang lebih didengar do'a?"Nabi صلى الله عليه وسلم, menjawab: "Tengah malam!"
Nabi Daud a.s. mendo'a: "Wahai
Tuhanku! Sesungguhnya aku amat suka berbuat ibadah kepadaMu. Maka waktu
manakah yang lebih utama?" Maka diwahyukan oleh Allah kepadanya: "Wahai
Daud! Janganlah kamu bangun pada awal malam dan jangan pada akhir
malam! Sesungguhnya orang yang bangun pada awal malam, niscaya ia tidur
pada akhir malam. Dan orang yang bangun pada akhir malam, niscaya tiada
bangun pada awal malam. Tetapi bangunlah tengah malam, sehingga engkau
bersunyi-sunyi (berkhilwah) dengan Aku dan Aku berkhilwah dengan engkau
dan sampaikanlah kepadaKu segala hajat engkau!" (1).
Ditanyakan kepada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم "Malam manakah yang lebih utama, Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab:
"Nishfu malam yang masih tinggal". (2). Dan pada akhir malam, telah
datang hadits, menerangkan: bergoncangnya 'Arasy, berhembusnya angin
dari sorga 'Adan dan turunnya Yang Maha-perkasa (rahmatNya) kelangit
dunia. Dan beberapa hadits, yang lain dari itu.
Susunan wirid ini, ialah:
sesudah selesai dari do'a yang untuk bangun, lalu mengambil wudlu',
sebagaimana wudlu' yang telah diterangkan dahulu, dengan sunatnya,
adabnya dan do'a-do'anya. Kemudian menuju ketempat shalat.(mushalla) dan
berdiri menghadap qiblat,dan membaca:
1. Dirawikan Abu Dawud dan At-Tirmidzi dan dipandang shahih dari 'Amr bin "Anbasah.
2. Dirawikan Ahmad dan Ibnu Hibban dari Abu Dzar.
|
Dan dengan tengah malam itu, Allah Ta'ala bersumpah dengan firmanNya:
الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا
(Allaahu akbaru kabiraa.
Wa'l-hamdu li'llaahi katsiiraa. Wa subhaa-na'llaahi bukratan wa ashiila)
(1). Kemudian mengucapkan tasbih sepuluh kali, mengucapkan
Al-Hamdu-li'llah sepuluh kali dan mengucapkan Laa ilaaha i'lla'liaah
sepuluh kali. Dan hendaklah membaca:
الله أكبر ذو الملكوت والجبروت والكبرياء والعظمة والجلال والقدرة
(Allaahu akbaru dzu'l-malakuuti wa'l-jabaruut, wa'l-kibriaa-i waTadha-mah, wa'l-jalaali wa'l-qudrah). (2).
Hendaklah membaca kalimat-kalimat yang dibawah ini, karena dinukilkan daripada Rasulu'llahصلى الله عليه وسلم pada
bangunnya bagi tahajjud: "Wahai Allah Tuhanku! Bagi Engkau segala jenis
pujian. Engkau nur segala langit dan bumi. Bagi Engkau segala jenis
pujian. Engkaulah ke-elokan langit dan bumi! Bagi Engkau segala jenis
pujian. Engkaulah Tuhan segala langit dan bumi! Bagi Engkau segala jenis
pujian, Engkaulah yang menegakkan segala langit dan bumi dan siapa yang
didalamnya, serta siapa yang diatas-nya. Engkaulah yang benar dan dari
Engkau kebenaran. Menjumpai Engkau itu benar, sorga itu benar, neraka
itu benar, kebangkitan itu benar, para nabi itu benar dan Muhammadصلى الله عليه وسلم itu
benar. Wahai Allah Tuhanku! KepadaMu aku tunduk, kepadaMu aku beriman,
kepadaMu aku menyerahkan diri. KepadaMu aku kembali, dengan sebab
AgamaMu aku berdebat dan kepadaMu aku meminta keputusan. Maka ampunilah
dosaku, apa yang telah terdahulu aku kerjakan dan apa yang terkemudian,
apa yang aku sembunyikan dan aku dhahir kan serta apa yang aku kerjakan
yang berlebihTebihan. Engkaulah yang mendahulukan dan Engkaulah yang
mengemudiankan. Tiada yang disembah, selain Engkau. Wahai Allah Tuhanku!
Datangkanlah kepada jiwaku akan ke-taqwaan dan ber-sihkanlah akan
jiwaku. Engkaulah sebaik-baik yang membersihkannya. Engkaulah yang
mengatur dan yang menguasainya! Wahai Allah Tuhanku! Tunjukilah aku
kepada perbuatan yang sebaik-baiknya! Tidaklah yang menunjukkan aku
kepada perbuatan yang sebaik-baiknya itu, selain Engkau! Singkirkanlah
daripadaku perbuatan yang keji! Tidaklah yang menyingkirkan daripadaku
perbuatan yang keji itu, selain Engkau! Aku bermohon padaMu, selaku
permohonan orang yang berputus asa, yang miskin. Aku berdo'a padaMu
selaku do'a orang yang memerlukan, yang hina. Maka janganlah Engkau
jadikan aku dengan berdo'a kepadaMu, wahai Tuhanku, tidak berbahagia!
Adalah Engkau kepadaku, yang berbe-Ias kasihan, lagi penyayang, wahai
Yang Sebaik-baik yang diminta dan yang semulia-mulia yang memberi!"
1. Artinya: "Allah Mahabesar, segala pujian yang banyak bagi Allah. Mahasuci Allah pagi dan petang".
2. Artinya: "Allah Mahabesar, mempunyai alam malakut dan jabarut. kebesaran dan keagungan, kemuliaan dan kekuasaan".
|
Berkata 'A'isyah r.a. "Adalah Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. apabila bangun malam, lalu memulai shalatnya dengan membaca: اللهم رب
جبريل وميكائيل وإسرافيل فاطر السموات والأرض عالم الغيب والشهادة أنت
تحكم بين عبادك فيما كانوا فيه يختلفون اهدني لما اختلف فيه من الحق بإذنك
إنك تهدي من تشاء إلى صراط مستقيما "Allaahu'mma
ra'bba Jibrila wa Mikaila wa Israfila, faathira'ssamaawaati wa'l-ardli,
aalima'I-ghai-bi wa'sy-syahaadah, anta tahkumu baina 'ibaadika fiimaa
kaanuu fiihi' yakhta-li-fuun. Ihdinii lima'khtulifa fiihi mina'l-haqqi
bi-idznika, innaka tahdii man tasyaa-u ilaa shiraathin mustaqiim".
Artinya: "Wahai Allah
Tuhanku,Yang Mempunyai Jibril, Mikail dan Israfil, yang menciptakan
langit dan bumi, yang mengetahui yang ghaib dan yang tampak, Engkaulah
yang menetapkan hukum diantara segala hambaMu, mengenai apa yang
diperselisihkan mereka! Tunjukilah aku kebenaran dari apa yang
diperselisihkan itu dengan keizinanMu! Sesungguhnya Engkau memberi
petunjuk akan siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus" (1).
Kemudian memulai shalat,
dengan mengerjakan shalat dua raka'at yang ringan. Kemudian bershalat
dua raka'at - dua raka'at, sekedar yang mudah saja. Dan disudahi dengan
witir, kalau belum bershalat witir. Disunatkan memisahkan diantara dua
shalat, ketika memberi salam, dengan membaca seratus kali tasbih
(Subhana'llah), untuk istirahat dan untuk bertambah rajinnya mengerjakan
shalat.
Telah shah riwayat tentang shalat Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم diwaktu malam:"Bahwa
beliau mengerjakan shalat, mula-mula dua raka'at yang ringan, kemudian
dua raka'at yang panjang, kemudian dua raka'at yang lebih pendek dari
dua raka'at sebelumnya. Kemudian, senantiasalah menten-dekkan dengan
berangsur-angsur sampai kepada tigabelas raka'at". (2). Ditanyakan 'A'isyah r.a: "Adakah Rasulu'llahصلى الله عليه وسلم menjaharkan
(membaca dengan suara keras) pada shalat malam atau mensirrkan (membaca
dengan suara kecil, sampai didengar oleh diri sendiri saja)?" 'A'isyah
r.a. menjawab: "Kadang-kadang ia menjaharkan dan kadang-kadang ia mesirrkan". (3).
Bersabda Nabiصلى الله عليه وسلم "Shalat malam itu dua raka'at - dua raka'at. Apabila engkau takut teledor Shubuh, maka berwitirlah dengan seraka'at saja". Dan bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم"Shalat Maghrib itu mengwitirkan (membuatkan ganjil) shalat siang hari, maka witirkanlah (buatkanlah ganjil) akan shalat malam!"
1.Dirawikan Muslim dari Aisyah
2.Dirawikan Muslim dariZaid Bin Khalid Al Jahni
3.Dirawikan Abu Dawud An Nasai dan ibnu Majjah dengan isnad sahih Dari Aishah
|
Yang terbanyak dari apa yang shah riwayatnya daripada Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم mengenai
shalat malam, ialah tigabelas raka'at". Dibaca pada raka'at-raka'at
ini, dari wiridnya, dari Al-Quran atau dari surat-surat tertentu, apa
yang ringan saja. Dan adalah dalam hukum wirid ini, dekat kepada perenam
yang penghabisan daripada malam
Wirid kelima: ialah perenam
yang penghabisan daripada malam, yaitu: waktu sahur. Berfirman Allah
Ta'ala: "Dan diujung malam (waktu sahur), mereka mendo'a memohonkan
ampun" — S. Adz-Dzariyat, ayat 18. Ada yang mengatakan, maksud dari
firman tadi, ialah mengerjakan shalat, karena dalam shalat itu ada
istighfar (meminta ampun). Sahur: adalah waktu yang mendekati terbitnya
fajar, dimana fajar itu, adalah waktu menyingkir malaikat malam dan
datang malaikat siang. Wirid ini, telah disuruh oleh Salman akan
saudaranya: Abu'd-Darda' r.a pada malam ia mengunjunginya, menurut suatu
ceritera yang panjang, dimana pada akhirnya dikatakan: 'Tatkala datang
malam, pergilah Abu'd-Darda', bangun mengerjakan shalat. Lalu berkata
Salman kepadanya: "Tidurlah!" Maka tidurlah Abu'd-Darda'. Kemudian pergi
lagi untuk mengerjakan shalat, lalu berkata pula Salman: "Tidurlah!"
Lalu Abu'd-Darda' pergi tidur. Tatkala datang waktu Shubuh, maka berkata
Salman kepada Abud-Darda': "Bangunlah sekarang!" Lalu keduanya bangun
pergi mengerjakan shalat. Kemudian, berkata Salman kepada Abu'd-Dar-da":
"Sesungguhnya, dirimu mempunyai hak atasmu, tamumu mempunyai hak atasmu
dan keluargamu mempunyai hak atasmu! Maka serahkanlah untuk
masing-masing yang berhak itu akan haknya!" Yang demikian, ialah, bahwa
isteri Abu'd-Darda' menerangkan kepada Salman, bahwa Abu'd-Darda' tidak
tidur malam. Kemudian, keduanya datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم menerangkan hal itu kepada Nabiصلى الله عليه وسلم Maka bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Benar Salman!"
Inilah wirid kelima! Pada
wirid ini disunatkan sahur, apabila dikuatiri akan terbit fajar. Dan
tugas pada kedua wirid ini, ialah: shalat. Apabila telah terbit fajar,
maka selesailah wirid malam dan masuklah wirid siang. Lalu bangun dan
mengerjakan shalat dua raka'at fajar. Dan inilah yang dimaksudkan dengan
firman Allah Ta'ala: "Dan bertasbihlah engkau memujiNya dimalam hari
dan diwaktu tenggelamnya bintang-bintang!" S Ath-Thur,ayat 49.
Kemudian dibaca: شهد الله أنه لا إله إلا هو والملائكة "Syahida'llaahu
a'nnahuu laa ilaaha i'llaa hua wa'l-malaikah...........sampai akhir
ayat 18 Surat Al imran Kemudian dibaca: "Aku mengaku dengan apa yang
diakui oleh Allah bagi diriNya dan diakui oleh para malaikat dan
orang-orang berilmu daripada makhlukNya. Aku petaruhkan pada Allah akan
pengakuan(shahadat) ini. dan menjadi petaruh (wadi'ah) pada sisi Allah
Ta'ala bagian aku bermohon daripadaNya penjagaan, sampai aku
dimatikannya atas pengakuan itu. Wahai Allah Tuhanku! Kurangkanlah
dengan sebab syahadat ini akan dosa daripadaku dan jadikanlah syahadat
itu bagiku pada sisiMu simpanan dan peliharalah dia bagiku dan
matikanlah aku diatas pengakuan itu, sampai aku menjumpaimu, dengan dia,
tidak bertukar sedikitpun!"
Itulah susunan wirid-wirid bagi para hamba Allah!
Adalah mereka suka
mengumpulkan bersama itu, pada tiap-tiap hari, antara empat
perkara,puasa,sedekah walaupun sedikit,mengunjungi orang sakit dan
menghadiri tempat kematian.
Dalam Hadith tersebut.حديث من جمع بين صوم وصدقة وعيادة مريض وشهود جنازة في يوم غفر له(Man
jama' a-bama haadzi-hil-arba'i fii yaumin ghufiralah). Artinya:
"Barangsiapa mengumpulkan diantara empat perkara tersebut pada suatu
hari, niscaya diampunkan dosanya" (1). Pada suatu riwayat: "niscaya ia
masuk sorga".
Kalau dilaksanakan sebahagian dari itu dan ia lemah dari yang lain, niscaya baginya pahala seluruhnya, menurut niatnya.
Adalah mereka tidak suka
berlalu hari, dimana mereka tiada bersedekah padanya sesuatu sedekah,
walaupun dengan sebiji tamar atau bawang atau pecahan roti, karena Nabi صلى الله عليه وسلم . bersabda: "Manusia itu dalam naungan sedekahnya, sehingga ditentukan nasibnya diantara manusia". Dan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Takutlah daripada api neraka, walaupun dengan sekeping tamar!
Diserahkan oleh 'A'isyah r.a. kepada orang yang meminta kepadanya, sebiji 'inab (عنبةanggur
kering).Orang itu lalu mengambilnya dan pandang-memandanglah
orang-orang yang berada disisi 'A'isyah r.a. satu sama lain. Maka
bertanya 'A'isyah r.a.: "Apa yang tuan-tuan pikir? Sesungguhnya pada
sebutir 'inab itu berat pahala yang banyak". Mereka tidak suka menolak
orang yang meminta, karena tidak menolak itu, ackilah termasuk akhlaq
Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم : "Tiadalah seseorang meminta sesuatu pada Nabi صلى الله عليه وسلم lalu beliau mengatakan: "Tidak ada!" Tetapi kalau beliau tidak sanggup memberikan sesuatu, maka beliau berdiam diri". (2).
Pada suatu hadits tersebut: "Jadilah
anak Adam (manusia) dan diatas tiap-tiap sendi dari tubuhnya itu
sedekah. Dan pada tubuhnya terdapat tigaratus enampuluh sendi. Kamu
suruh kepada yang baik itu sedekah, kamu larang dari yang munkar itu
sedekah, tanggunganmu kepada orang yang lemah itu sedekah, tunjukanmu
kepada sesuatu jalan itu sedekah dan kamu buang akan sesuatu yang
menyakiti itu sedekah. Sehingga mengingatkan kepada tasbih dan tahlil
juga sedekah". Kemudian Nabiصلى الله عليه وسلم menyambung "Dua raka'at dluha itu, datang kepada yang demikian itu semuanya; atau ia mengumpulkan bagimu yang demikian itu semuanya". (3).
1.Dirawikan Muslim dari abu Hurairah
|
2.Dirawikan Muslimdari Jabbir
|
3.Dirawikan Muslim dari Abu Zarr
|
PENJELASAN: berlainan wirid dengan berlainan keadaan.
Ketahuilah kiranya. bahwa
orang yang berkehendak kepada perusahaan akhirat dan yang berjalan
kepada jalan akhirat, maka ia tidak terlepas dari enam keadaan. Yaitu:
adakalanya 'abid (banyak ibadahnya), adakalanya 'alim (banyak ilmunya),
adakalanya muta'allim (masih belajar), adakalanya wali (yang diserahi
kekuasaaan), adakalanya p e k e r j a dan adakalanya bertauhid,
tenggelam dengan Yang Maha Esa, Tempat meminta, tanpa lainNya.
Yang Pertama: 'abid, yaitu:
yang menjuruskan dirinya kepada ibadah, tak ada sekali-kali kerjanya
yang Iain. Kalau ia meninggalkan ibadah, niscaya duduklah ia sia-sia.
Maka susunan wiridnya, ialah apa yang kami sebutkan dahulu.
Ya, tak jauh selisih
tugasnya, dengan menghabiskan kebanyakan waktunya, adakalanya dengan
shalat atau dengan pembacaan Al-Qur'an atau dengan tasbih.
Sesungguhnya, ada diantara shahabat Nabi صلى الله عليه وسلم yang wiridnya dalam satu hari, duabelas
ribu kali tasbih. Ada yang wiridnya tigapuluh ribu kali. Ada yang
wiridnya tigaratus sampai enamratus raka'at dan sampai seribu raka'at
shalat. Dan yang paling sedikit, dinukilkan mengenai wirid mereka dari
shalat itu, ialah seratus raka'at sehari-semalam. Dan sebahagian mereka
kebanyakan wiridnya, adalah Al-Qur'an. Dan salah seorang dari mereka,
mengkhatamkan Al-Qur'an dalam sehari sekali. Dan diriwayatkan, ada yang
dua kali dari sebahagian shahabat-shahabat itu. Sebahagian dari mereka,
ada yang menghabiskan sehari atau semalam untuk bertafakkur, mengenai
suatu ayat dari al-Quran yang diulang-ulanginya.
Adalah Karaz bin Wabrah
bermukim di Makkah. Ia melakukan thawaf mengelilingi Ka'bah, tiap-tiap
hari tujuhpuluh kali tujuh kali (karena tujuh kali adalah sekali thawaf
namanya). Dan pada tiap-tiap malam tujuhpuluh kali tujuh kali. Dan
bersama dengan itu, ia mengkhatamkan Al-Qur'an sehari semalam dua kali.
Maka dihitung yang demikian
itu, adalah sepuluh farsakh jauhnya. (1). Dan bersama dengan tiap-tiap
tujuh kali keliling Ka'bah itu, dua raka'at shalat sunat. Maka berjumlah
semuanya, dua ratus delapanpuluh raka'at, dua kali khatam Al-Qur'an dan
sepuluh farsakh tadi. Kalau anda bertanya: "Manakah yang lebih utama,
untuk dipergunakan waktu terbanyak dari wirid-wirid itu?"
Maka ketahuilah, bahwa
membaca Al-Qur'an dalam shalat, yang disertai pemahaman, adalah
menghimpunkan semuanya. Tetapi kadang-kadang sulit melaksanakannya
terus-menerus.
Dari itu, keutamaannya berbeda dengan berbeda keadaannya seseorang.
1. 1 farsakh jauhnya lebih kurang 8 kilometer
|
Dan tujuan
dari wirid-wiiid itu, ialah membersihkan hati, mensucikan dan
menghiaskannya dengan dzikir kepada Allah Ta'ala, serta menjinakkan hati
kepadaNya.
Maka hendaklah diperhatikan
oleh murid itu, akan hatinya. Apa yang dilihatnya lebih membekas pada
hatinya, maka hendaklah rajin ia mengerjakannya. Apabila ia telah merasa
jemu daripadanya, maka hendaklah ia berpindah kepada yang lam.
Dari itu, kami memandang
lebih benar, bagi kebanyakan orang, membagi segala amalan kebajikan yang
bermacam-macam itu, kepada beberapa waktu, sebagaimana telah
diterangkan dahulu. Dan berpindah dari satu macam kesatu macam yang
lain. Karena jemu itu adalah perkara biasa menurut sifat manusia.
Dalam pada itu, keadaan diri
seseorang itu berbeda pula. Tetapi apabila telah dipahami akan pemahaman
dan rahasia daripada wirid-wirid itu, maka hendaklah diikuti akan
pengertiannya. Kalau mendengar tasbih umpamanya dan merasa berkesan
dalam lubuk hatinya, maka hendaklah rajin mengulang-ulanginya selama
memperoleh kesan dari tasbih itu. Diriwayatkan daripada Ibrahim bin
Adham dan Ibrahim bin Adham mengambil dari sebahagian a b d a l,
bahwa sebahagian abdal itu, bangun pada suatu malam, pergi mengerjakan
shalat ditepi pantai. Lalu mendengar suara keras, membaca tasbih dan
tiada kelihatan seorangpun dari manusia. Lalu bertanya abdal tadi:
"Siapa engkau, aku mendengar suara-mu dan tiada melihat bentukmu?"
Maka suara itu menjawab: "Aku
adalah malaikat, yang diserahi laut ini. Aku bertasbih akan Allah
Ta'ala dengan tasbih tadi, semenjak aku dijadikan".
Lalu aku bertanya (kata abdai tadi): "Siapakah namama?" Malaikat itu menjawab: "Muhalhayail!"
Aku bertanya lagi: "Apakah pahalanya bagi orang yang membaca tasbih itu?"
Malaikat itu menjawab:
"Barangsiapa membacanya seratus kali, niscaya ia tidak mati, sebelum
melihat tempat duduknya dalam sorga atau diperlihat-kan sorga itu
kepadanya".
Tasbih itu yaitu membaca:سبحان
الله العلي الديان سبحان الله الشديد الأركان سبحان من يذهب بالليل ويأتي
بالنهار سبحان من لا يشغله شأن عن شأن سبحان الله الحنان المنان سبحان الله
المسبح في كل مكان(Subhaana'llaahi'l-'aliyyi'ddayyaan,subhaa-na'llaahi'
sy sya diidi'larkaan, subhaanamanyadzhabu bi'l-lail. wa ya'tii
bi'nna-haar, subhaana man laa yusy-ghihihuu sya'nun 'an sya'n,
subhaana'llahi'lha'n-naani-'lmannaan,subhaana'llaahi'lmusa'bbahi fi
ku'lli makaan).Artinya: "Mahasuci Allah yang mahatinggi, lagi yang
mahaperkasa, mahasuci Allah, yang maha kokoh sendi-sendi ciptaanNya,
mahasuci yang pergi dengan malam dan datang dengan siang, mahasuci yang
tidak disibukkan oleh suatu keadaan dari keadaan. Mahasuci Allah, yang
mahapenyantun, yang melimpah-limpah ni'matNya. Mahasuci Allah yang
dipujikan diseluruh tempat".
Maka tasbih ini dan yang
seumpama dengan tasbih ini, apabila didengar oleh seorang murid serta
memperoleh kesan dalam jiwanya, maka hendaklah dibiasakan. Mana saja, ia
memperoleh hati padanya dan terbuka baginya kebajikan, maka hendaklah
dilaksanakan dengan rajin. Kedua: orang 'alim yang bermanfa'at ilmunya
bagi umat manusia, dengan memberi fatwa atau mengajar atau mengarang.
Maka susunan wiridnya berlainan daripada wirid orang 'abid.
Orang 'alim itu memerlukan
kepada membaca kitab-kitab, kepada mengarang dan kepada memberi faedah
kepada orang lain. Dan sudah pasti ia memerlukan kepada waktu. Kalau
mungkin, ia menghabiskan segala waktunya untuk itu, maka itu, adalah
yang lebih utama dari apa yang dikerja-kannya, sesudah segala shalat
fardlu dan sunat-sunat rawatibnya (shalat-shalat sunat, sebelum atau
sesudah shalat fardlu).
Dibuktikan kepada yang
demikian itu, oleh segala apa yang telah kami sebutkan dahulu mengenai
keutamaan mengajar dan belajar pada Kitab 'Ilmu.
Bagimanakah tidak demikian?
Dalam ilmu itu, ada kerajinan berdzikir kepada Allah Ta'ala. Dan
perhatikan apa yang difirmankan oleh Allah Ta'ala dan yang disabdakan
oleh Rasulu'llahصلى الله عليه وسلم Dan
ilmu itu kemanfa'atan bagi manusia dan menunjukkan mereka kepada jalan
akhirat. Kadang-kadang suatu masalah yang dipelajari oleh seorang
.pelajar, dapat memperbaiki ibadah seumur hidupnya. Kalau tidak
dipelajarinya, niscaya usahanya itu menjadi sia-sia belaka.
Kami maksudkan dengan ilmu
yang mendahului ibadah, ialah ilmu yang menyukakan manusia kepada
akhirat dan menzuhudkannya dari dunia. Atau ilmu yang menolong mereka
kepada menjalani jalan akhirat. apabila dipelajarinya dengan maksud
memperoleh pertolongan dengan ilmu itu kepada jalan akhirat. Bukan
ilmu-tlmu yang menambah kesukaan kepada harta, kemegahan dan kesukaan
orang banyak.
Yang lebih utama dengan ilmu
itu, ialah membagi-bagikan juga waktunya. Kalau dihabiskannya segala
waktunya dalam menyusun ilmu, yang tidak disanggupi oleh tabi'at
manusia, maka seyogialah ia menentukan waktu, sesudah Shubuh sampai
kepada terbit matahari, dengan membaca dzikir-dzikir dan wirid-wirid,
sebagaimana telah kami sebutkan dahulu pada "Wirid Pertama". Dan sesudah
terbit matahari, sampai kepada waktu dluha siang hari, adalah untuk
memanfa'atkan ilmu itu kepada orang banyak dan mengajar, kalau ada orang
yang ingin memperoleh faedah dari ilmunya itu untuk akhirat. Kalau
tidak ada, maka diserahkan-nya waktunya itu kepada berfikir.
Dan bertafakkur mengenai apa
yang sulit baginya dari ilmu-ilmu agama. Karena kebersihan hati sesudah
selesai daripada dzikir dan sebelum sibuk dengan kepentingan duniawi,
adalah amat menolong kepada pemecahan segala kesulitan. Dan dari dluha
siang hari sampai kepada 'Ashar, untuk mengarang dan membaca, dimana
tidak ditinggalkannya, kecuali pada waktu makan, bersuci, mengerjakan
shalat fardlu dan tidur siang sekejap waktu, kalau siang itu panjang
(1).
Dan dari 'Ashar, sampai
kepada kuning cahaya matahari sore menggunakan waktunya untuk mendengar
apa yang dibacakan dihadapannya. mengenai tafsir atau hadits atau ilmu
Iain yang bermanfa'at. Dan dari kuning cahaya matahari sore sampai
kepada terbenam matahari. dengan berdzikir, beristighfar dan bertasbih.
Maka adalah wiridnya yang pertama, sebelum terbit matahari, merupakan
amalan lisan. Wiridnya yang kedua, merupakan amalan hati dengan
berfikir, sampai kepada waktu dluha. Wiridnya yang ketiga sampai kepada
'Ashar, merupakan amalan yang ke-empat, sesudah '.Ashar, merupakan
amalan mendengar, supaya beristirahatlah mata dan tangan. Membaca dan
menulis sesudah 'Ashar, kadang-kadang mendatangkan melarat kepada mata.
Dan ketika menguning cahaya matahari, ia kembali kepada berdzikir dengan
lisan. Maka tidaklah kosong suatu bahagian pun dari siang hari,
daripada amalan dengan anggauta badan, ierta kehadiran hati pada
semuanya.
Adapun malam hari, maka
pembahagian malam yang terbaik, ialah pembahagian malam dari Imam
Asy-Syafi'i r.a. Karena beliau membagi malam kepada tiga bagian:
sepertiga malam untuk membaca dan menyusun ilmu, yaitu: yang pertama.
Sepertiga malam untuk shalat, yaitu: yang ditengah dan sepertiga lagi
untuk tidur, yaitu: yang penghabisan. Ini mudah dilaksanakan pada
malam-malam musim dingin. Dan pada musim panas, kadang-kadang tidak
memungkinkan demikian, kecuali ia membanyakkan tidur pada siang hari:
(2). Tiga inilah yang kami sukai dari susunan wirid-wirid ilmu. Ketiga:
pelajar. Bekerja menuntut ilmu, adalah lebih utama daripada berdzikir
dan mengerjakan shalat-shalat sunat.
Caranya adalah menurut cara
orang 'alim menyusun wiridnya. Tetapi pelajar itu bekerja memperolehkan
faedah, sedang orang 'alim itu bekerja memberikan faedah. Pelajar itu
bekerja membuat catatan dan menghapus kan yang salah, sedang orang 'alim
itu bekerja menyusun karangan. Pelajar itu menyusun segala waktunya,
sebagaimana telah kami sebutkan dahulu.
1. Panjang siang itu, ialah pada musim panas bagi negeri-negcri yang bermusim-musim (Pent).
2. Sebab pada musim panas,
malamnya lebih pendek dari siang sehingga sukar melaksanakan pembahagian
itu, kecuali banyak tidur siang dan mengurangkan tidur malam. (Pent.)
|
Segala apa yang telah kami
sebutkan tentang kelebihan belajar dan dalam Kitab Ilmu, menunjukkan
bahwa yang demikian itu, adalah le^ utama. Bahkan walaupun ia bukan
pelajar, dalam pengertian ia mencata dan menghasilkan untuk menjadi
orang 'alim. Tetapi dia adalah orang awam. Maka kunjungannya
kemajelis-majelis dzikir, pengajaran dan ilmu pengetahuan, adalah lebih
utama daripada mengerjakan wirid-wirid yang telah kami sebutkan dahulu
sesudah Shubuh, sesudah terbit matahari dan pada waktu-waktu lainnya.
Pada hadits Abi Dzar r.a.
tersebut: 'Bahwa mengunjungi majelis dzikir, adalah lebih utama daripada
shalat seribu raka'at, daripada berkunjung kepada seribu tempat
kematian dan berziarah kepada seribu orang sakit". Bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم .: "Apabila kamu melihat kebun sorga, maka bermain-mainlah didalamnya!"
Lalu orang menanyakan: "Wahai Rasulu'llah! Manakah kebun sorga itu?" Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab: "falah majelis dzikir".
Berkata Ka'b Al-Ahbar r.a.:
"Jikalau pahala majelis alim ulama (tempat alim ulama membahas ilmu
pengetauan), terang bagi manusia niscaya mereka berperang untuk
memperolehnya. Sehingga orang-orang yang mempunyai daerah kekuasaan,
akan meninggalkan daerah kekuasaannya dan orang-orang yang mempunyai
kedai (tempat jualan), akan meninggalkan kedainya".
Berkata 'Umar bin
Al-Khath-thab r.a.: "Sesungguhnya orang yang keluar dari rumahnya dengan
mempunyai dosa seperti bukit Tihamah, maka apabila ia mendengar orang
alim, lalu ia takut, bertobat dari segala dosanya dan ia kembali
kerumahnya, tanpa berdosa lagi." Dari itu, janganlah kamu bercerai
dengan majelis alim ulama. Karena sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla
tidak menjadikan diatas permukaan bumi, tanah yang lebih mulia dari
majelis alim-ulama". Berkata seorang laki-laki kepada Al-Hasan r.a.:
"Aku mengadu kepadamu akan kesat hatiku".
Al-Hasan menjawab: "Dekatkan
hatimu itu kepada majelis dzikir!" Bermimpi 'Ammar Az-Zahidi, bertemu
dengan Miskinah Ath-Tha-fawiyah dan wanita ini termasuk seorang wanita
yang rajin mengunjungi majelis dzikir. Berkata 'Ammar kepadanya:
"Selamat berjumpa, wahai Miskinah!" (1).
Maka sahut Miskinah: "Mudah-mudahan kemiskinan itu telah hilang dan datanglah kekayaan!"
Bertanya 'Ammar: "Mengapa begitu?"
Miskinah Ath-Thafawiyah
menjawab: "Apakah anda bertanya tentang orang yang dibolehkan baginya
sorga dengan segala kenikmatannya?" Sahut 'Ammar: "Dengan apakah yang
demikian itu?" Menjawab Miskinah Ath-Thafawiyah: "Dengan menghadiri
majelis dzikir"
1. Miskinah, artinya: wanita miskin (Peny).
|
Kesimpulannya: apa yang
terbuka dari hati, dari ikatan mencintai dunia,dengan perkataan orang
yang memberi pelajaran, yang bagus kata-kata dan bersih perjalanan
hidupnya hidupnya, adalah lebih mulia dan bermanfaat dari solat yang
banyak raka'atnya, serta hati tersangkut kepada mencintai dunia.
Keempat: pekerja yang
memerlukan kepada usaha untuk keluarganya Maka tidaklah ia
menyia-nyiakan keluarganya dan menghabiskan waktu dalam beribadah.
Tetapi wiridnya pada waktu berusaha itu ialah datang kekedai dan
meneruskan usaha.
Dalam pada itu, seyogialah
tidak melupakan mengingati Allah Ta'ala dalam berusaha itu. Bahkan rajin
bertasbih, berdzikir dan membaca Al-Qur'an. Karena yang demikian itu,
mungkin dikumpulkan kepada pekerjaan. Dan sesungguhnya mudah dilakukan
shalat serta bekerja. Kecuali dia itu pemimpin, maka tidak sukar
melakukan wirid shalat serta pekerjaannya.
Kemudian, manakala telah
selesai daripada fardlu kifayahnya, maka seyogialah ia kembali kepada
susunan wirid-wiridnya. Dan kalau terus menerus ia berusaha dan
bersedekah dengan apa yang lebih daripada keperluannya, maka itu adalah
lebih utama daripada wirid-wirid yang lain yang telah kami sebutkan
dahulu. Karena ibadah yang melampaui faedahnya kepada orang lain, adalah
lebih bermanfa'at daripada ibadah yang terbatas manfa'atnya kepada yang
beribadah itu sendiri. Sedekah dan usaha berdasarkan niat tersebut,
adalah ibadahnya, yang dengan sendirinya mendekatkan dia kepada Allah
Ta'ala. Kemudian menghasil-kan faedah kepada orang lain, Dan menarik
kepadanya keberkatan do'a orang-orang muslimin dan berganda-ganda
pahalanya. Kelima: wali (yang diserahi kekuasaan): seperti imam (kepala
pemerintahan), qadli (hakim) dan yang menerima tugas untuk memperhatikan
kepentingan kaum muslimin.
Maka tegak melaksanakan
keperluan dan maksud kaum muslimin, ber-sesuaian dengan syari'at dan
dengan tujuan ikhlas, adalah lebih utama daripada wirid-wirid yang
tersebut itu. Maka tugasnya menyelesaikan kepentingan orang banyak pada
siang hari serta menyingkatkan ibadah kepada yang fardlu saja. Dan
menegakkan wirid-wirid yang tersebut pada malam hari, seperti yang
diperbuat oleh Umar r.a., yang berkata: "Apalah tidur itu bagiku! Kalau
aku tidur siang , niscaya aku menyianyiakan kaum muslimin. Dan kalau aku
tidur malam, niscaya aku menyia-nyiakan diriku sendiri".
Sesungguhnya telah anda
pahami dengan apa yang telah kami terangkan itu, bahwa didahulukan dua
perkara atas ibadah badaniyah: pertama ilmu dan kedua kasih sayang
kepada kaum muslimin. Karena masing-masing dari ilmu dan berbuat baik,
adalah amal pada dasarnya dan ibadah, yang melebihi daripada
ibadah-ibadah yang lain, yang melampaui faedahnya dan berkembang
kegunaannya.
Maka dari itu, keduanya (ilmu dan berbuat baik), didahulukan daripada yang lain.
Ke-enam: orang yang
bertauhid, yang tenggelam dengan Yang Maha Esa, tempat meminta, yang
menjadi cita-citanya, hanya: SATU. Dia tidak mencintai selain Allah
Ta'ala. Tidak takut, selain kepadaNya. Tidak mengharapkan rezeki dari
yang lain. Tidak memandang sesuatu, melainkan ia melihat Allah Ta'ala
padanya.
Orang yang meninggi
kedudukannya kepada derajat ini, tidak memerlukan kepada
bermacam-macamnya wirid dan yang berlain-lainan. Bahkan wiridnya,
sesudah shalat fardlu, adalah: satu, yaitu: menghadirkan hati bersama
Allah Ta'ala dalam segala hal. Maka tidak mengguris dihati-nya sesuatu,
tidak mengetok telinganya oleh sesuatu ketokan dan tidak melintas
dihadapan matanya sesuatu lintasan, kecuali ada padanya ibarat,
pemikiran dan tambahan. Maka tidaklah yang menggerakkan bagi mereka dan
yang menetapkan, melainkan Allah Ta'ala jua.
Mereka ini, segala
hal-ikhwalnya, pantas menjadi sebab untuk pertambahan bagi mereka. Maka
tidaklah berbeda padanya, antara satu ibadah dengan ibadah lainnya.
Merekalah orang-orang yang lari kepada Allah 'Azza wa Jalla, sebagaimana
firmanNya:
(La'allakum tadza'kkarruun. Fa firruu iallaah).
Artinya: "Mudah-mudahan kamu ingat. Sebab itu, segeralah pergi kepada Allah!" S. Adz-Dzariyat, ayat 49-50.
Dan terlaksanalah pada mereka
firman Allah Ta'ala: "Dan kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka
sembah, selain dari Allah. Carilah tempat perlindungan kedalam gua,
nanti Tuhan kamu akan menyebarkan kurniaNya kepada kamu". — S. Al-Kahf,
ayat 16. Dan kepada yang tersebut itu, ditunjukkan dengan firmanNya
Ta'ala: "Sesungguhnya aku hendak pergi kepada Tuhanku. Dia nanti akan menunjukkan jalan kepadaku". — S. Ash-Shaffat, ayat 99. Inilah
penghabisan derajat orang-orang shiddiq. Dan tidak sampai kepadanya,
melainkan sesudah menyusun wirid-wirid dan terus-menerus mengerjakannya
dalam waktu yang panjang. Seyogialah tiada tertipu orang yang
menghendaki jalan Allah, dengan apa yang didengarnya dari yang demikian.
Lalu ia mengajak yang demikian itu untuk dirinya. Dan lesu daripada
mengerjakan tugas-tugas ibadahnya.
Maka yang demikian itu
tandanya, ialah tidak masuk kedalam jiwanya keragu-raguan. Tidak
terguris dihatinya kema'siatan. Tidak mengejutkannya oleh
ancaman-ancaman huruhara. Dan tidak membimbangkan hatinya oleh
tugas-tugas besar.
Kedudukan tersebut, kiranya
dianugerahkan kepada tiap-tiap orang. Maka tertentulah diatas
keseluruhannya, penyusunan wirid-wirid, sebagaimana telah kami sebutkan
dahulu. Dan semua apa yang telah kami sebutkan itu, adalah jalan-jalan
kepada Allah Ta'ala. Berfirman Allah Ta'ala:
(Oul kullun ya'malu 'alaa syaakilatihi farabbukum a'lamu biman huwa ahdaa sabiilaa).
Artinya: "Katakan:
"Masing-masing orang — bekerja menurut ukuran keadaannya. Dan Tuhan kamu
lebih mengetahui, siapa yang paling betul jalannya." — S. Al-Isra',
ayat 84.
Semuanya mendapat petunjuk.
Dan sebahagian mereka adalah lebih mendapat petunjuk dari sebahagian
yang lain. Pada hadits, tersebut: "Iman itu tigaratus tigapuluh tiga
jalan. Barangsiapa menjumpai Allah Ta'ala dengan pengakuarr (syahadat)
diatas suatu jalan daripadanya, niscaya ia masuk sorga". (1).
Berkata sebahagian ulama:
"Iman itu tigaratus tigabelas bentuk pekerti, sebanyak bilangan rasul.
Tiap-tiap orang mu'min itu, adalah diatas suatu bentuk pekerti
daripadanya. Maka dia menjalani jalan kepada Allah". Jadi manusia itu,
walaupun berlainan jalannya dalam melakukan ibadah, tetapi semuanya
adalah benar — "Orang-orang yang mereka seru itu mencari jalan kepada
Tuhan, mana yang paling dekat". — S. Al-Isra' ayat 57.
Sesungguhnya. mereka berlebih
kurang, tentang derajat dekat itu pada pokoknya. Dan yang lebih dekat
kepada Allah Ta'ala. ialah yang lebih mengenalNya. Dan yang lebih
mengenai kepadaNya itu. pasti ada. Dan adalah ia lebih memperhambakan
diri (lebih banyak melakukan ibadah) kepadaNya. Barangsiapa mengenalNya,
niscaya tidak akan menyembah yang lain.
Pokoknya, tentang wirid
terhadap setiap jenis manusia itu, ialah: terus-menerus (al-mudawamah).
Yang dimaksudkan daripadanya, ialah mengobah sifat-sifat batin. Dan
secara satu-satu amal perbuatan itu sedikit bekasnya, bahkan tiada
terasa bekasnya itu. Dan hanya bekas itu, baru tersusun diatas kumpulan
(sesudah berkali-kali dikerjakan). Maka apabila satu kali amal perbuatan
tidak meninggalkan bekas yang Tnenampak dan tidak diiringi dengan amal
perbuatan kali kedua dan ketiga dalam waktu dekat, niscaya terpupuslah
bekasnya amal perbuatan yang pertama itu. Contohnya, adalah seperti
seorang ahli fiqh, ingin menjadi seorang ahli yang berjiwa fiqh, maka
dia tidak akan menjadi seorang yang berjiwa fiqh
1. Dirawikan Ath-Thabrani dan
Al-Baihaqi dari Al Mughirah bin Abdurrahman bin "I'haid Pada isnadnya
ada yang tidak diketahui orangnya.
|
itu, kecuali dengan banyak
kali mengulang-ulanginya. Kalau ia terlalu banyak mengulang-ulanginya
pada suatu malam saja, kemudian meninggalkannya sebulan atau seminggu,
kemudian mengulanginya lagi dan bersangatan pada satu malam saja niscaya
.itu tidak akan membekas padanya.
Tetapi jikalau dibagikannya
jumlah waktu tersebut, kepada beberapa malam yang sambung menyambung,
niscaya membekaslah kepadanya. Dan karena rahasia inilah, bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم
أحب الأعمال إلى الله أدومها وإن قل
(Ahabbul-a'maali ilallaahi adwamuhaa wa in qalla).
Artinya: "Amalan yang paling disukai Allah, ialah yang terus menerus walaupun sedikit". (1).
Ditanyakan 'A'isyah r.a. tentang amal perbuatan Rasulu'llah صلى الله عليه وسلم. lalu
beliau menjawab:"Adalah amal perbuatannya terus menerus berkekalan. Dan
adalah dia apabila mengerjakan sesuatu perbuatan maka dilaksanakannya
secara tetap". (2).
Dan karena itulah bersabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Barangsiapa
membiasakan mengerjakan sesuatu ibadah kepada Allah, lalu
meninggalkannya karena malas, niscaya dia dikutuk oleh Allah".
Dan inilah sebabnya maka Nabi صلى الله عليه وسلم mengerjakan
shalat sesudah 'Ashar karena menggantikan yang tertinggal dua raka'at,
lantaran terganggu oleh utusan yang datang padanya. Kemudian sesudah
itu, senantiasalah dikerjakan oleh Nabi yang dua raka'at itu sesudah
'Ashar. Tetapi dirumahnya, tidak dimasjid, supaya jangan dituruti oleh
orang lain — demikianlah diriwayatkan oleh 'A'isyah r.a. dari Ummi
Salmah r.a. Kalau anda bertanya: "Rolehkah itu dituruti oleh orang lain,
sedang itu adalah waktu kirahiyah (waktu makruh shalat?)".
Ketahuilah kiranya bahwa tiga
arti yang telah kami sebutkan dahulu tentang makruhnya: menjaga
daripada penyerupaan dengan penyembah matahari atau sujud waktu lahir
tanduk setan atau beristirahat daripada ibadah, karena menjaga diri
daripada kemalasan, tidaklah terjadi pada diri Nabi صلى الله عليه وسلم Maka tidaklah dibandingkan orang lain dengan Nabi صلى الله عليه وسلم dalam hal demikian. Disaksikan untuk itu oleh perbuatan Nabi dirumahnya, sehingga dia tidak diikuti oleh orang Iain.
1.Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah.
2.Dirawikan muslim dari Aisyah
Komentar
Posting Komentar